Secara bahasa i'tikaf memiliki arti berdiam diri di masjid dan beribadah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Di dalam Al-Quran, perintah tentang i'tikaf terdapat pada Qs Al-Baqarah 187 : "Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu berit'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya bertakwa".
Hukum i'tikaf ada tiga :
1. Wajib, yaitu i'tikaf bagi orang yang bernazar.
2. Sunnah mu'akkadah, yaitu i'tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan dengan alasan Rasulullah selalu melakukannya sampai beliau wafat, kemudian dilanjutkan oleh istrinya, sebagaimana Hadis yang diriwayatkan dari Aisyah ra : "Nabi Saw selalu beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah Azza wa Jalla mewafatkannya, kemudian istri-istrinya beri'tikaf setelah beliau wafat." (Hr Bukhari; Muslim).
3. Mustahab (dianjurkan), yaitu i'tikaf yang dapat dilaksanakan kapan saja selain sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan dengan syarat dia bukan orang yang bernazar.
Orang yang beri'tikaf wajib melaksanakan rukun i'tikaf yaitu berdiam di masjid dan tidak keluar kecuali ada kebutuhan (hajat) atau dalam keadaan darurat. Selain itu ia tidak boleh keluar kecuali karena ada alasan yang jelas dan ada kebutuhan mendesak. Sebagaimana hadis Rasul yang diriwayatkan dari Aisyah ra : "Adapun sunnah bagi orang yang beri'tikaf itu tidak menjenguk orang sakit, tidak mengiringi jenazah, tidak menyentuh dan menggauli wanita, dan tidak keluar (masjid) kecuali karena ada keperluan yang mendesak." (Hr Abu Dawud).
Adapun hal-hal yang membatalkan i'tikaf adalah : Keluar tanpa alasan syariat seperti keluar untuk jual beli yang bukan kebutuhan primer atau bukan merupakan kebutuhan alamiah manusia (buang air besar dan kecil) atau bukan kebutuhan darurat seperti robohnya masjid; berjimak antara suami istri dan hal-hal yang mendorong ke arah itu; orang yang murtad; orang yang mabuk; perempuan yang haid dan nifas karena keduanya termasuk junub.
Waktu pelaksanaan i'tikaf adalah pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Waktu awal dimulainya i'tikaf adalah setelah shalat fajar, sebagaimana hadis Rasul yang diriwayatkan dari Aisyah ra : "Adalah nabi Saw apabila ia hendak beri'tikaf beliau shalat fajar kemudian beliau masuk ke tempat i'tikafnya." (Muttafaq 'Alaih). Sebagian ulama berpendapat bahwa i'tikaf juga dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu, jika ingin beri'tikaf dimalam hari maka waktu dimulainya adalah pada saat matahari terbenam.
Bekerja adalah salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, oleh karena itu diperbolehkan bagi seseorang yang beri'tikaf untuk keluar bekerja pada siang harinya, dan ia keluar hanya semata-mata untuk bekerja, tidak melakukan perbuatan lain seperti tidur sebentar di rumah atau melakukan kegiatan yang bukan menjadi kebutuhan pokok maka i'tikaf yang dilakukannya tidak batal dan ia dapat melanjutkan i'tikafnya tanpa dengan niat baru. Dan jika seseorang keluar untuk bekerja lalu diselingi dengan perbuatan-perbuatan yang bukan termasuk kebutuhan pokok maka i'tikafnya telah batal dan ia harus memulai dengan niat baru ketika hendak beri'tikaf lagi.
No comments:
Post a Comment