Ghuluw memiliki arti berlebih-lebihan. Dalam pandangan syariat ghuluw berarti memiliki sikap atau perbuatan yang berlebih-lebihan di dalam perkara agama sehingga melampaui apa yang telah ditetapkan melalui batasan syariat berupa keyakinan maupun perbuatan.
Seseorang dapat memiliki sikap ghuluw disebabkan kepicikannya dalam memahami agama, sehingga ia gagal memahami isi sebenarnya ajaran Islam melalui Al-Quran dan As-sunnah. Ia cepat merasa puas dengan sikap taqliq-nya (tunduk pada pendapat orang lain), sehingga ia terjebak ketika memahami dam mengamalkan ajaran Islam itu hanya berdasar pada pendapat seseorang, para ustadz, atau kitab-kitab tertentu tanpa memiliki sikap kritis, ia menelan begitu saja semua pengajaran tersebut tanpa memiliki kemauan mencari kebenarannya melalui rujukan yang sudah pasti yaitu Al-Quran dan As-sunnah. Selain itu diakibatkan pula oleh cara ia memahami agama dengan mengikuti kemauan hawa nafsu dan akal pikiran yang bebas tanpa batas, tanpa disertai sikap jujur dan terbuka untuk merujuk pada metoda yang tepat.
Secara umum ghuluw terbagi menjadi dua macam yaitu :
1. Dalam hal akidah atau keyakinan
Ghuluw dalam bentuk ini misalnya menganggap Nabi Muhammad Saw hidup di dalam kuburnya sehingga mampu memperkenankan doa bagi orang yang datang berdoa di atas kuburnya. Atau menganggap orang-orang shalih tertentu memiliki derajat kenabian bahkan ketuhanan, sehingga ia mengagung-agungkan orang shalih tersebut melebihi Nabi Muhammad, bahkan Tuhan.
2. Dalam tindakan dan ucapan
Ghuluw dalam tindakan misalnya ia selalu merasa kurang saat melakukan ibadah sehingga ia menambah-nambah ibadah tersebut dengan mengada-adakannya tanpa merujuk pada ajaran yang sudah ditetapkan Allah, ia berpendapat semakin banyak ibadah yang dilakukan semakin baik, padahal di situ terdapat aturan dan ketentuan yang sudah jelas. Sedangkan ghuluw dalam ucapan misalnya seseorang yang dengan mudah menyatakan kekafiran orang lain tanpa memiliki pijakan alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Sikap ghuluw dapat dihindari jika pada diri seseorang itu ditanamkan sikap ber-Islam dengan sikap ridla lilahi ta'ala, menguatkan keikhlasan, memelihara kejujuran dan kecerdasan ketika memahami dan mengamalkan ajaran Islam, membuka alam pikiran dan jiwanya untuk terus belajar.
No comments:
Post a Comment