KHALID BIN WALID


BANI MAKHZUM

Khalid terlahir dari keluarga Bani Makhzum. Ayahnya bernama Walid, ia adalah salah satu pemimpin paling berkuasa diantara kalangan Quraisy. Bani Makhzum sendiri adalah salah satu suku paling berpengaruh di antara suku-suku yang terhimpun dalam Quraisy. Bani ini mempunyai tugas-tugas penting jika terjadi peperangan, yaitu mengurus gudang senjata dan sarana tempur, termasuk mengumpulkan kuda dan mengurus para prajurit.
Ayah Khalid adalah orang berada, ia memiliki kebun buah-buahan yang terbentang dari Mekah sampai ke Thaif. Sebagaimana umumnya anak dari keluarga berada pada masa itu, Khalid bin Walid pun terbebas dari berbagai kewajiban, seperti misalnya membantu orang tuanya. Kehidupan yang bebas itu kemudian memberi kesempatan pada Khalid bin Walid untuk lebih leluasa melakukan kegemarannya bertinju dan berkelahi. Kegemarannya itu berawal dari hadirnya sebuah anggapan pada masa itu bahwa pekerjaan dalam seni berperang adalah tanda seorang satria. Di masa depan seorang satria akan terjun langsung pada keadaan membela bangsa, ketika ia berhasil dalam pembelaannya itu, ia akan menjadi seorang pahlawan. Kepahlawanan inilah yang akan menjadikan seseorang itu terhormat di mata seluruh rakyat. Khalid bin Walid ingin menjadi seseorang semacam itu. 
Dorongan yang kuat untuk mewujudkan keinginannya itu  kemudian membawa khalid bin Walid mencurahkan segenap perhatiaannya pada seni berperang dan bela diri, ia mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Ia sangat tertarik pula dalam hal kepemimpinan. Bakat-bakat alaminya ditambah dengan latihan keras seiring waktu berjalan membentuk Khalid bin Walid menjadi seseorang yang luar biasa, ia menjadi ahli perang yang hebat dan sangat pemberani.


PANGLIMA PERANG

Sejak Islam hadir di Mekah, orang-orang Quraisy sangat gigih menentangnya. Mereka beranggapan kepercayaan baru ini akan menjadi sesuatu yang membahayakan bagi kepercayaan dan adat istiadat para leluhur. Kaum Quraisy sangat mencintai warisan para leluhurnya tersebut dan mereka ingin menjaga warisan tersebut agar tidak hilang dan kemudian punah,  oleh sebab itu mereka mengangkat senjata untuk memerangi orang-orang Islam, menurut mereka tunas-tunas Islam harus dihancurkan sebelum berurat dan berakar di wilayah mereka. Keluarga walid adalah salah satu dari kelompok tersebut dan Khalid bin Walid sebagai orang yang berada dalam pusaran itu tentunya harus ikut serta dalam perjuangan memerangi kepercayaan baru itu.
Dalam peperangan melawan orang-orang Islam tersebut, Khalid bin Walid selalu berada di garis depan, ia mempraktekkan ilmu berperangnya di sini. Ia tampak begitu ahli dan juga memilki keberanian yang tak tertandingi. Keahlian dan keberaniannya itu pada akhirnya mengantarkannya menjadi salah seorang pemimpin suku Quraisy, dan menempatkan dirinya sebagai panglima perang pasukan Quraisy. Ia adalah tokoh utama pada setiap peperangan yang dilakoni pasukan Quraisy. Namanya terkenal bahkan di kalangan kaum muslim. Semua orang menasbihkannya sebagai panglima perang paling hebat.



PERISTIWA UHUD

Perang Uhud merupakan titik balik perjalanan hidup Khalid bin Walid dari seorang panglima perang yang memuja kemusyrikan menjadi seorang panglima perang yang berjuang di jalan Allah.
Ketika itu setelah kalah dalam peperangan Badar, pasukan Quraisy mengalami kemunduran semangat, mereka merasa terhina dan sakit hati karena kesombongan dan kebanggaan mereka sebagai suku Quraisy telah dihancurkan, suku Quraisy yang sangat terkenal memiliki pasukan yang tak terkalahkan itu harus bertekuk lutut pada sebuah pasukan baru yang bahkan jumlah pasukan tersebut tak sebanding dengan pasukan Quraisy. Kemudian rasa penyesalan dan terhina itu berkembang menjadi sebuah dendam kesumat yang tak terkira. Oleh sebab itu mereka berniat membalas kekalahan mereka pada perang berikutnya. Persiapan-persiapan pun di mulai dengan meningkatkan jumlah pasukan dan sarana perang dengan berlipat-lipat dari sebelumnya.
Adapun Khalid bin Walid sebagai pemuda Quraisy tentunya ia ikut merasakan pahit getirnya kekalahan tersebut, oleh sebab itu ia pun memiliki keinginan membalas dendam sukunya. Dan ia bersumpah akan memenangkan peperangan kali ini.
Pada tahun ketiga Hijriyah, pasukan Quraisy tiba di bukit Uhud. Khalid memimpin pasukan sayap kanan pasukan besar itu, dalam artian ia memiliki tugas membawa pasukannya bertempur melawan pasukan muslim dari sebelah sisi kanan. 
Sementara itu di pihak kaum muslim, Rasulullah telah menyaksikan besarnya pasukan Quraisy, Rasulullah bukannya tidak menyadari mengenai pasukannya sendiri yang terbilang sangat kecil, selain itu pasukannya telah ditinggalkan hampir sepertiganya akibat penghianatan Abdullah bin Ubay yang meninggalkan pasukan muslim di tengah perjalanan dengan membawa serta 300 prajurit pengikutnya. Tetapi beliau sangat mempercayai pasukannya, bahwa pada hati dan pikiran pasukan yang tersisa itu  telah tertanam ketauhidan yang mutlak, sehingga semangat berperang demi menegakkan ketauhidan tersebut telah sedemikian membuat keberanian yang tak terbatas. Selain itu Rasulullah telah melakukan pengamatan pada medan Uhud yang akan menjadi arena pertempuran, pada saat itu Rasulullah menemukan sebuah siasat perang yang diyakini akan berhasil memukul mundur lawan. 
Bukit Uhud sendiri adalah sebuah tempat yang memiliki jalur yang gampang di terobos pasukan musuh, tetapi Rasulullah memahami cara menyelesaikan masalah tersebut, yaitu dengan menempatkan pasukan pemanah di atas bukit, sehingga ketika pasukan musuh menerobos jalur ini, mereka akan dapat di sergap oleh pasukan pemanah. Siasat ini adalah sebuah jebakan yang tak terduga. Hanya saja ada satu hal yang tidak boleh dilanggar oleh pasukan pemanah itu, yaitu jangan pernah meninggalkan pos mereka apapun yang terjadi.
Pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik, tetapi pasukan muslim berhasil melakukan perlawanan. Pertahanan pasukan Quraisy mulai kewalahan dan akhirnya kekuatan mereka berhasil dipatahkan oleh pasukan muslim. Para prajurit Quraisy bergerak mundur dengan meninggalkan banyak harta di medan pertempuran tersebut. Melihat hal itu para prajurit muslim tergoda pada harta benda (disebut sebagai harta rampasan perang) yang banyak itu, mereka berlomba-lomba mendapatkan harta benda tersebut, padahal Rasulullah telah melarangnya. Para pemanah muslim yang berada di atas bukit ikut berlarian ke bawah demi ikut mendapatkan harta benda tersebut.
Di antara pergerakan mundur para prajurit Quraisy, Khalid bin walid tidak merasa gentar, pikirannya tetap fokus pada niat. Ia kemudian mengumpulkan para prajurit bawahannya sambil mencari peluang memukul balik kekuatan kaum muslimin. Dan ia melihat para pemanah yang berlarian turun dari atas bukit, Khalid bin Walid yang berada di posisi tidak jauh dari kejadian, menemukan peluang untuk membalik kemenangan itu, ia dan pasukannya berputar arah, menaiki bukit dan menduduki posisi yang sebelumnya di duduki pemanah pasukan muslim. Kemudian mereka ganti menyerang dari atas bukit ketika pasukan muslim terlena dengan harta benda rampasan. Terjadilah pertempuran sepihak yang menimpakan bencana bagi kaum muslim sehingga banyak korban jatuh di pihak kaum muslim sampai 70 orang, di antaranya adalah paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib.
Dari atas bebukitan, Khalid berteriak : "Hai Muhammad, kami sudah menang, kamu telah kalah dalam peperangan ini. Lihatlah pamanmu Hamzah yang tewas tercabik-cabik tubuhnya dan lihatlah pasukanmu yang telah porak poranda!"
Rasulullah yang telah berhasil menenangkan pasukannya, memandang ke atas bukit dan mengetahui siapa yang berteriak padanya, beliaupun menjawab : "Engkau salah persepsi hai Khalid, akulah yang menang dan  engkaulah yang kalah. Mereka, anggota pasukanku yang gugur adalah syuhada, sebenarnya mereka tidak mati, mereka  hidup di sisi Allah penuh dengan kemuliaan dan kenikmatan, mereka telah berhasil hijrah dari alam fana ke alam baka, menuju syurga yang telah dijanjikan oleh Allah. Sedangkan bala tentaramu gugur dalam keadaan kufur dan segera akan menuju Neraka Jahanam!"
Jawaban tersebut seketika  membuat Khalid bin Walid terdiam.
Meskipun pada akhirnya peperangan di Uhud tersebut dimenangkan oleh Pasukan Quraisy berkat siasat perangnya yang brilian itu, akan tetapi yang yang tersisa pada pikiran dan hati Khalid bin Walid adalah tibanya sebuah pergolakan batin tak terkira akibat kata-kata yang diucapkan Rasulullah padanya.


SAIFULLAH

Sekembalinya ke tempat tinggalnya di Mekah, Khalid bin Walid sudah merasa tidak tenang lagi, ia terus menerus di ingatkan pada kata-kata Rasulullah, ia dapat melihat kebijakan dan makna sangat dalam pada kata-kata tersebut. Hal itu pada akhirnya membuahkan sebuah kepenasaran dan lalu menimbulkan keingitahuan yang dalam mengenai pribadi Rasulullah. Ia pun kemudian mengirim seorang mata-mata untuk memantau dan mengamati aktivitas Rasulullah. 
Setelah cukup lama pergi, sang mata-mata tersebut kembali pada Khalid dan melaporkan hasil pengamatannya. Orang tersebut berkata : "Aku mendengar Muhammad mengemukakan pendapatnya mengenai sebuah semangat juang di medan perang kepada para pasukannya. Muhammad mengatakan : "Aku kagum kepada seorang panglima bernama Khalid bin Walid, seorang yang gagah perkasa dan berpikiran sangat cerdas, hanya saja Khalid bin Walid tidak paham dengan agama Allah yang kubawa. Seandainya dia paham terhadap agama yang kubawa, aku yakin dia akan bersedia berjuang bersamaku. Akan kujadikan dia sebagai mitra juangku yang selalu duduk bersanding di sampingku".
Rangkaian kata-kata yang mengadung penghormatan itu disampaikan sang mata-mata kepada Khalid bin Walid. Dan setelah mendengar laporan sang mata-mata, Khalid bin Walid pun semakin dilanda kerisauan hati. Kerisauan hati yang bermuara pada pengetahuannya tentang kebenaran agama baru yang pernah sangat ditentangnya, kerisauan hati dikarenakan hadirnya seseorang yang telah mengesankan hatinya lewat keindahan kata-katanya. Kerisauan hati yang semakin lama bertambah besar dan membuatnya tidak bisa bertahan lagi hingga membuatnya berkeputusan untuk menemui Muhammad. 
Ia pun mendatangi kota Madinah dan dengan menyamar, ia menggunakan topeng yang menutup wajahnya hingga ia tidak dikenali siapapun. Tetapi kemudian penyamaran Khalid bin Walid diketahui oleh Ali bin Abi Thalib, dan dengan lantang Ali berkata : "Hai penunggang kuda, bukalah topengmu agar aku bisa mengenalimu, bila niatmu baik, aku akan melayanimu dengan baik. dan bila niatmu buruk aku akan melayanimu dengan buruk pula."
Khalid bin Walid membuka topengnya dan tampaklah wajahnya. Ali seketika terjebak pada suasana yang tegang, di hadapannya kini berdiri seorang panglima perang kaum kafir Quraisy yang berjaya di perang Uhud. Sementara itu Khalid bin Walid dengan tatapan matanya yang tajam, berkata : "Aku kemari dengan niat baik, aku ingin bertemu Muhammad dan menyatakan diriku untuk masuk Islam."
Wajah Ali yang semula berada dalam ketegangan berubah berseri-seri, dan dengan kegembiraan ia berkata :
"Tunggulah di sini, aku akan menyampaikan berita gembira ini kepada Rasulullah Saw."
Dengan bergegas Ali menemui Rasulullah dan menyampaikan maksud kedatangan Khalid bin Walid. Mendengar itu, wajah Rasulullah pun berseri-seri pertanda kebahagiaannya. Ia mengambil sorban hijau miliknya, lalu dibentangkan di tanah sebagai tanda penghormatan kepada Khalid bin Walid yang akan datang menemuinya. Kemudian Rasulullah menyuruh Ali menjemput Khalid bin Walid untuk menemuinya.
Pada saat Khalid bin Walid datang, Rasulullah langsung memeluknya. Khalid bin Walid dengan sangat gembira berkata : "Ya Muhammad Rasulullah, kali ini saya datang sebagai seorang muslim." 
Rasulullah kemudian mengajarkan dua kalimat syahadat kepada Khalid bin Walid. Dan mulai saat itu, Khalid bin Walid memeluk agama Islam.
Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, Khalid bin Walid menanggalkan pakaian kebesarannya sebagai seorang panglima perang dan diserahkan seluruhnya kepada Rasulullah. Ketika Khalid akan mencabut pedangnya untuk diserahkan kepada Rasulullah, Rasulullah melarangnya seraya berkata : "Jangan kau lepaskan pedang itu, karena dengan pedang itu nanti kamu akan berjihad fi sabilillah bersamaku."
Dan seriring dengan pengakuan ke-Islamannya, Rasulullah pun memberikan gelar kepada Khalid bin Walid dengan simbol pedang kebesarannya tersebut, dengan sebutan "Saifullah" yang bermakna "Pedang Allah (yang terhunus)".



PERANG MUT'AH

Pada Jumadil awal tahun kedelapan Hijriyah, Rasulullah mengutus Harist bin Umair untuk menyampaikan surat dakwah kepada Kaisar Romawi, Heraklius. Di tengah perjalanan di daerah sekitar Mut'ah, Harist bin Umair dihadang oleh Syurahbil bin Amr Al Ghassani pemimpin Balqa dari suku Ghassaniyah, kemudian Harist bin Umair dipenggal di hadapan Kaisar.
Mendengar berita itu, Rasulullah marah, sebelumnya tidak pernah seorang pun utusan beliau dibunuh ketika sedang melaksanakan misinya. Rasulullah kemudian memutuskan untuk melakukan penyerangan, beliau menghimpun pasukan terbesar dalam sejarah yaitu 3000 orang.
Sebelum pasukan Islam diberangkatkan, Rasulullah menunjuk tiga sahabat sekaligus untuk menjadi panglima perang. Ketiga sahabat itu adalah Zaid bin Haritsah anak angkat beliau, Ja'far bin Abi Thalib sepupu beliau dan Abdullah Rawahah penyair beliau. Ketiga sahabat tersebut akan menerima komando kepemimpinan secara bergantian. Sebuah keputusan yang tidak pernah Rasulullah lakukan sebelumnya. Rasulullah berpesan : "Sebagai panglima perang adalah Zaid bin Haritsah, jika Zaid gugur maka Ja'far bin Abi Thalib yang menggantikannya. Jika Ja'far gugur, maka Abdullah Rawahah yang menggantikannya, dan jika Abdullah Rawahah gugur, maka hendaklah kaum muslimin yang memilih penggantinya."
Sementara itu demi mendengar berita penyerangan itu, Heraklius kemudian mempersiapkan pasukan besar untuk menghadapi pasukan muslim. Heraklius mengerahkan 100.000 tentara Romawi, di bantu oleh beberapa suku Nasrani Arab di bawah pimpinan Syurabil bin Amr dengan mengerahkan pasukan berjumlah 100.000 tentara. Pasukan gabungan yang berjumlah 200.000 0rang ini bermarkas di Ma'ab Al-Balqa.
Kedua pasukan bertemu di Mut'ah dan peperangan pun terjadi. Zaid bin Haritsah sebagai pemegang bendera memimpin pasukan dengan gigih, ia bertempur hingga gugur. Bendera sebagai simbol kepemimpinan diambil alih oleh Ja'far bin Abi Thalib, ia bertempur dengan penuh semangat hingga kedua lengannya putus terkena sabetan pedang, tapi  ia terus bertahan hingga akhirnya gugur. Kendali kepemimpinan di ambil alih oleh Abu Rawahah, ia bertempur tanpa mengenal lelah hingga gugur pula.
Tsabit bin Arqam kemudian mengambil bendera yang sudah tak bertuan itu dan menyeru pada para sahabat untuk menentukan pengganti yang akan memimpin pasukan muslim. Pilihan kaum muslim jatuh pada Khalid bin Walid.
Khalid bin Walid segera mengambil alih kendali pimpinan dan mengatur sebuah strategi berupa rotasi pasukan, tujuannya adalah memberi imej pada pasukan musuh mengenai datangnya bala bantuan yang lebih besar. Ia memecah pasukan menjadi beberapa kelompok, sebagian diperintahkannya untuk mundur ke belakang dan agar kembali di pagi harinya dengan berjalan kaki sambil membawa benda-benda yang dipukul-pukul ke tanah sehingga menimbulkan debu-debu berterbangan, imej itu akan menunjukan seolah-olah pasukan muslimin terlihat sangat banyak.
Siasat cemerlang itu berhasil membawa kemenangan. Pasukan musuh yang menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan Muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, melawan 3000 orang pasukan saja mereka kewalahan, apalagi jika harus melawan pasukan muslim yang lebih besar. Pasukan musuh akhirnya mengundurkan diri dari medan pertempuran. Khalid bin Walid memutuskan untuk tidak mengejar mereka, karena dengan mundurnya pasukan Romawi berarti pasukan Islam sudah menang, Ia membawa kembali pasukannya ke Madinah.


(Dari berbagai sumber)















No comments:

Post a Comment