Sunday, July 2, 2017

BAHAYA SYIRIK

Islam disebut juga sebagai agama tauhid, karena Islam adalah agama yang datang untuk menegakkan tauhid dalam artian mengesakan Allah.
Allah menurunkan agama tauhid ini untuk mengangkat derajat dan martabat manusia ke tempat yang sangat tinggi dan mulia, dan Allah menurunkan agama tauhid ini untuk membebaskan manusia dari kerendahan dan kehinaan yang diakibatkan oleh perbuatan syirik. Sebagaimana firmanNya dalam QS An-Nur 55: "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di atara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan mengukuhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik".
Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) tidak berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, niscaya akan masuk syurga. Dan barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) berbuat syirik kepada Allah, niscaya akan masuk neraka." (HR Muslim).

Syirik atau menyekutukan Allah adalah sebesar-besar dosa yang harus dan wajib dijauhi karena perbuatan syirik dapat menyebabkan kerusakan dan merupakan bahaya besar, baik itu dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat. 
Di antara kerusakan dan bahaya akibat perbuatan syirik adalah:
Pertama: 
Syirik merendahkan keberadaan kemanusiaan, syirik menghinakan kemuliaan manusia, menurunkan derajat dan martabatnya, karena Allah telah menjadikan manusia sebagai hamba Allah di muka bumi ini dan memuliakannya.
Kedua: 
Syirik adalah sarang kurafat dan kebatilan. Dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan perbuatan syirik, maka para dukun, ahli nujum, ahli sihir dan semacamnya menjadi laku keras, sebab mereka mengklaim bahwa dirinya mengetahui ilmu ghaib yang sesungguhnya tak seorangpun mengetahuinya kecuali Allah saja.
Ketiga: 
Syirik adalah kedhaliman yang paling besar, yaitu dhalim terhadap hakikat yang agung yaitu 'tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah'.
Keempat: 
Syirik sumber dari segala ketakutan dan kecemasan. Orang yang akalnya menerima berbagai macam khurafat dan mempercayai kebatilan,  maka kehidupannya selalu diliputi ketakutan, sebab dia menyandarkan dirinya pada banyak tuhan, padahal tuhan-tuhan itu lemah dan tak kuasa memberikan manfaat bahkan menolak bahaya atas dirinya. Allah berfirman dalam QS Ali Imran 151: "Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang yang kafir rasa takut disebabkan mereka merpersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak memberikan keterangan tentang itu. Tempat mereka kembali adalah neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat tempat tinggal orang-orang yang dhalim".
Kelima:
Syirik membuat orang malas melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Syirik mengajarkan kepada pengikutnya untuk mengandalkan para perantara, sehingga mereka meremehkan amal shalih. Sebaliknya mereka melakukan perbuatan dosa dengan keyakinan bahwa para perantara akan memberinya syafaat di sisi Allah. 
Keenam:
Syirik menyebabkan pelakunya kekal dalam neraka, sebagaimana Firman Allah dalam QS Al-Maidah 72: "Sesungguhnya, orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya adalah neraka, dan tidaklah ada bagi orang-orang dhalim itu seorang penolongpun".
Ketujuh:
Syirik memecah belah umat. Allah menjelaskannya dalam QS Ar-Rum 31-32: "Dan jangalah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka".

Saturday, July 1, 2017

AKIDAH

Akidah artinya keyakinan, sedangkan menurut syara. akidah artinya kepercayaan atau keimanan kepada hakikat-hakikat atau nilai-nilai yang mutlak yang tetap dan kekal, yang pasti dan hakiki, yang kudus dan suci seperti yang diwajibkan oleh syara yaitu beriman kepada Allah, rukun-rukun iman, rukun-rukun Islam dan perkara-perkara ghaib.
Pendidikan akidah merupakan dasar dan prioritas bagi pembinaan Islam pada diri seseorang. Ia merupakan inti dari amalan Islam seseorang. Seseorang yang tidak memiliki akidah menyebabkan amalannya tidak berarti apa-apa di hadapan Allah. Tanpa akidah Islam, amal seseorang akan kosong dan sia-sia belaka. Allah telah menggambarkan tentang hal ini dalam QS An-Nur 39: "Dan orang-orang yang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi jika didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun...".
Dan dalam QS Al-Furqan 23: "Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu-debu berterbangan".

Ayat-ayat yang pertama-tama diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw di Makkah mengarah kepada pembinaan akidah. Dengan pembinaan akidah yang kuat dan jelas maka Nabi telah berhasil melahirkan para sahabat yang mempunyai daya tahan yang kuat dalam mempertahankan dan mengembangkan Islam ke seluruh dunia.
Kekuatan akidah yang sudah terpatri dalam dada berkemampuan memberikan kekuatan bagi seseorang untuk melawan kedholiman, ketidak adilan, kebiadaban, keserakahan dan melahirkan pribadi muslin yang memiliki keberanian untuk mengatakan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah.
Akidah Islam yang telah meresap ke dalam jiwa dan lubuk hati seseorang akan membentuk pribadi-pribadi muslim yang memiliki karakter:
1. Pribadi yang berkeyakinan kepada Allah Yang Maha Esa sehingga menggerakkan seluruh tingkah lakunya, percakapannya dan perbuatannya hanya untuk mencari keridhaan Allah.
2. Pribadi yang sholeh, ia selalu melakukan apa yang diperintahan Allah dan meninggalkan segala laranganNya.
3. Pribadi yang mempunyai akhlak cemerlang dan terpuji. Mengikis sifat-sifat yang buruk dan melahirkan manusia yang bertakwa dan segala sifat terpuji.
4. Pribadi yang senantiasa optimis dan yakin kepada diri sendiri untuk bekerja demi mencapai kejayaan di dunia, di samping tentunya tidak lupa mencari keridhaan Allah.
5. Pribadi yang teguh pendirian, mempunyai prinsip dan tidak mudah terpengaruh dengan keadaan yang mengancam nilai dan akhlak manusia.
6. Pribadi yang senantiasa senang berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran.
7. Pribadi yang tidak mudah putus asa atau hilang harapan, karena iman dalam hati telah memberi rasa tenang.
8. Pribadi yang sanggup berjihad di jalan Allah walaupun nyawa dan harta sebagai taruhannya.

Friday, June 30, 2017

AL-QURAN DAN NAMA-NAMANYA

Secara harfiah Al-Quran memiliki arti bacaan yang sempurna. Sedangkan dari segi bahasa Al-Quran memiliki arti bacaan atau yang dibaca, pengertian tersebut didasarkan pada penjelasan QS Al-Qiyamah ayat 16-18: "Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca Al-Quran) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya(16) Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya (17) Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu (18)".
Sementara itu menurut istilah Al-Quran memiliki arti firman Allah yang bersifat mukjizat dan diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan Malaikat Jibril, di tulis dalam mushaf-mushaf, diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada umat manusia secara mutawatir (berdasarkan riwayat para sahabat) dan apabila mempelajari dan membacanya merupakan suatu ibadah.

Nama-nama Al-Quran
Allah Swt telah memberikan nama-nama bagi Al-Quran dengan nama-nama yang sesuai dengan fungsi dan sifatnya. Nama-nama yang sesuai dengan fungsinya adalah:
1. Al-Quran
    Disebut sebagai Al-Quran karena dia memiliki fungsi sebagai petunjuk kepada jalan yang lurus, hal ini disebutkan dalam QS Al-Israa 9: "Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus..."
2. Al-Kitab
    Dinamakan Al-Kitab karena mengandung arti tulisan atau yang ditulis dalam arti lebih luas karena Al-Quran merupakan kalam Allah yang ditulis dalam lembaran-lembaran kemudian dikumpulkan menjadi satu mushaf Al-Quran (kitab) yang sampai secara mutawatir atau berurutan berdasarkan riwayat. Penamaan Al-Kitab termaktub dalam Qs Ad-Dukhan 1-2: "Ha Mim (1) Demi kitab (Al-Quran) yang jelas".
3. Al-Furqan,
    Al-Furqan artinya pembeda dalam artian Al-Quran dinamakan sebagai Al-Furqan adalah untuk membedakan antara hal-hal yang benar (haq) dan yang salah (batil). Penamaan Al-Furqan termaktub dalam QS Al-Furqan 1: "Maha Suci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur'an) kepada hambaNya (muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia)".
4. Az-Zikru
    Az-Zikru berarti peringatan. Al-Quran dinamakan Az-Zikru karena Al-Quran merupakan peringatan dari Allah kepada manusia mengenai akidah, ibadah dan muamalah. Penamaan Az-Zikru berdasakan QS Al-Hijr 9: "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Az-Zikru (Al-Quran), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya".
e. At-Tanzil
    At-Tanzil artinya yang diturunkan. Al-Quran dinakan At-Tanzil karena merupakan kalam Allah yang ditunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara Malaikat Jibril. Penamaan At-Tanzil disebutkan dalam QS Asy-Syu'a'ra 192: "Dan sesungguhnya At-Tanzil (Al-Quran) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam".

Di antara nama-nama tersebut yang selalu dipakai adalah Al-Quran dan Al-Kitab, karena sesuai keadaannya dimana Al-Quran dibaca secara lisan dan di tulis dalam kalam. Kedua nama tersebut memberikan isyarat bahwa Al-Quran wajib dipelihara dengan dua cara yaitu dibaca (dihafal) dan ditulis, sehingga dapat saling memperkuat. Karena hafalan belum dapat diakui kebenarannya apabila tidak cocok dengan rasm (tulisan) yang disepakati oleh para sahabat, yang dinukil secara mutawatir, begitu pula dengan tulisan belum dapat dibenarkan jika tidak cocok dengan hafalan yang disampaikan secara mutawatir.
Dengan hafalan dan tulisan itulah Al-Quran dapat dipelihara dengan baik, sehingga dapat terhindar dari perubahan dan penyimpangan, baik kata-katanya maupun huruf-hurufnya, sebagaimana telah menimpa kitab-kitab sebelumnya.

Adapun nama-nama Al-Quran yang sesuai dengan sifatnya disebutkan dalam ayat-ayat sebagai berikut:
1. Nur (cahaya)
    Disebutkan dalam QS An-Nisaa' 174: "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mujizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Quran)".
2. Hudan (petunjuk), Syifa' (penyembuh), Rahmat dan Mau'izah (pelajaran)
    Disebutkan dalam QS Yunus  57: "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada dalam dada) dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman".
3. Mubarak (yang diberkahi)
    Disebutkan dalam QS Al-An'am 92: "Dan ini (Al-Quran) adalah Kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya...".
4. Mubin (yang menjelaskan)
    Disebutkan dalam QS Al-Maidah 15: "...sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan".
5. Busyro (berita gembira)
    Disebutkan dalam QS Al-Baqarah 97; "katakanlah: Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman".
6. Aziz (mulia)
    Disebutkan dalam QS  Fushshilat 41: "Sesungguhnya orang-orang yang mengikari Al-Quran ketika Al-Quran itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al-Quran itu kitab yang mulia".
7. Majid (mulia, pemurah)
    Disebutkan dalam QS Al-Buruuj 21: "Bahkan, yang didustakan mereka itu ialah Al-Quran yang mulia".
8. Basyir (pembawa berita gembira) dan Nadzir (pembawa peringatan) 
    Disebutkan dalam QS Fushshilat 3-4: "Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang menhetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan..".
    


Thursday, April 13, 2017

MENGGAPAI LAILATUL QADAR

Setelah ibadah puasa disyariatkan untuk meraih taqwa, Allah lalu melengkapi nikmatnya dengan menghadirkan Lailatul Qadar atau malam kemuliaan. Keutamaan lailatul qadar adalah betapa malam tersebut lebih baik dari seribu bulan, sebagaimana termaktub dalam QS Al-Qadr 1-5:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan (1) Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (2) Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu malam (3) Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan (4) Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar (6)".

Keutamaan lain Laitul qadar adalah segenap ibadah seperti shalat, membaca Al-Quran, dzikir dan amal sosial seperti shadaqah, zakat, infak dilipatkan gandakan pahalanya. Malam lailatul qadar hanya diberikan kepada umat Muhamaad Saw, sebagaimana sabda beliau: "Lailatul qadar untuk umatku, dan tidak memberikannya kepada umat-umat sebelumnya." (Anas bin Malik ra).

Berkenaan dengan ayat ke-4 Al-Qadr, Rasulullah bersabda bahwa pada saat terjadinya Lailatul qadar para malaikat turun ke bumi menghampiri hamba-hamba Allah yang sedang shalat qiyamulail dan melakukan dzikir, para malaikat mengucapkan salam pada mereka. Pada malam itu pintu-pintu langit dibuka, dan Allah menerima taubat dari hamba-Nya yang bertaubat.

Lailatul qadar terjadi pada malam Ramadhan, tepatnya pada sepuluh malam terakhir Ramadhan dan pada malam-malam ganjil, sebagaimana sabda Rasulullah: "Carilah lailatul qadar pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari-Muslim-Baihaqy).

Mengenai tanda-tanda datangnya lailatul qadar, Rasulullah Saw menerangkan dalam hadisnya: "Pada saat terjadinya lailatul qadar itu, malam terasa sangat jernih, terang, tenang, cuaca sejuk tidak terasa panas dan juga tidak dingin. Dan pada pagi hari matahari terbit dengan jernih terang benderang tanpa tertutup sesuatu awan." (Muslim-Ahmad-Abu Daud-Tarmidzi).

Setiap muslim pasti bisa menggapai Lailatul qadar, caranya adalah sejak awal Ramadhan harus lebih bersungguh-sungguh dalam melaksanakan semua ibadah, hindari perbuatan-perbuiatan yang akan mengurangi nilai puasa seperti bertengkar, bergibah, berbohong, dll. Setiap muslim harus melaksanakan qiyamulail tanpa putus dan mengkhatamkan Al-quran. Selanjutnya memperbanyak doa, memohon ampunan dan keselamatan kepada Allah. Sebagian dianjurkan untuk melakukan iti'kaf.

Wednesday, April 12, 2017

IHSAN

Agama islam adalah agama yang lengkap dan sempurna, secara garis besar ajarannya meliputi Iman, Islam dan Ihsan. Pokok-pokok tentang iman tercantum pada rukun iman yang enam.  Sedangkan Islam adalah pokok ajaran yang menerangkan peraturan-peraturan Islam atau syariat. Pokok-pokok ajaran tersebut tercantum pada rukun islam yang lima dan secara luas tercantum pada Al-Quran dan Al-Hadis.
Ihsan secara harfiyah berarti baik, secara luas ihsan artinya suatu rangkaian perilaku seseorang yang didasarkan kepada hukum atau aturan Allah Swt dan rasul-Nya. Ihsan bisa juga diartikan sebagai ajaran yang berhubungan dengan akhlak atau budi pekerti.
Ruang lingkup Ihsan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ihsan kepada Allah Swt
    Berbuat baik atau ihsan kepada Allah yakni beribadah kepada Allah dengan berdasarkan kepada aturan-aturan yang terdapat pada Al-Quran dan hadis. Pengertian dan maksud ihsan kepada Allah diterangkan Rasulullah dalam hadis beliau: "Ihsan itu ialah bahwasanya engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Maka jika engkau tidak bisa melihat-Nya sesungguhnya Allah melihatmu." (HR Bukhari).
2. Ihsan kepada sesama manusia
    Ihsan kepada manusia maksudnya berbuat baik kepada sesama manusia, yaitu dengan sikap, ucapan dan perbuatan yang baik. Berbuat baik kepada sesama manusia diperintah oleh Allah, sebagaimana firman Allah dalam QS An-Nisa 36: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua, ibu, bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah Swt tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri".
    Seorang mukmin yang sempurna adalah yang mencintai sesamanya seperti halnya mencintai terhadap dirinya sendiri. Sebagaimana sabda Rasulullah: "Tidaklah beriman di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari-Muslim).
3. Ihsan kepada makhluk lainnya
    Selain berbuat baik kepada Allah dan sesama manusia, islam mengajarkan pula untuk berbuat baik kepada alam sekitar. Ihsan kepada alam sekitar artinya memperlakukan alam sekitar sesuai dengan norma-norma atau kaidah-kaidah ajaran islam. Memperlakukan alam sekitar harus sesuai dengan kewajaran. Tumbuh-tumbuhan, hewan dan makhluk lainnya dipelihara dan kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan umat manusia.
    Allah berfirman dalam QS Yaasin 33-35: "Dan suatu tanda kekuasaan Allah yang Maha Besar bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. Supaya mereka dapat makan dari buahnya dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur".

Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadis yang menerangkan tentang ihsan. Puncak dari pada ihsan adalah tercapainya kecintaan kepada Allah, kepada manusia maupun kepada alam sekitar. Oleh sebab itu teruslah berbuat baik atau ihsan, karena tidak ada batasan untuk itu selama manusia masih memiliki napas kehidupan.

Tuesday, April 11, 2017

ISTIQAMAH

Istiqamah artinya kosisten atau dengan arti yang lebih luas yaitu tetap berpegang teguh dalam ketaatan dan senantiasa menjauhi yang dilarang, termasuk didalamnya adalah berpegang teguh kepada agama sesuai petunjuk Allah, menunaikan kewajiban-kewajiban agama dan menjauhi segala larangannya, menjaga amal shalih yang sudah dikerjakan dan berusaha meningkatkannya.
Allah berfirman dalam QS Hud 112: "Sesungguhnya orang-orang yang berkata,'Tuhan kami adalah Allah' kemudian beristiqamah, maka turunlah kepada mereka malaikat-malaikat".
Unsur-unsur istiqamah mencakup:
1. Istiqamah iman
    Seorang muslim harus selalu menjaga imannya agar tidak terjerumus dalam kekufuran atau kemurtadan, untuk itu ia harus menjaga komitmennya terhadap ajaran Islam dan selalu memeliharanya, caranya adalah dengan melaksanakan ajaran islam sepanjang hidupnya, karena hidayah iman islam itu bisa hilang manakala tidak dijaga dengan baik.
    Iman Al-Ghazali mengatakan dalam bukunya 'Bidayatul Hidayah' bahwa: "Cara merawat hidayah yakni dengan selalu menunaikan ibadah secara utuh dan menyeluruh sepanjang hayat".

2. Istiqamah hati
    Yang menentukan lurusnya iman seseorang adalah hatinya. Karena hati adalah 'alat pengendali' yang akan menggerakkan seluruh amal dan aktivitas. Rasulullah Saw bersabda: "Ketahuilah bahwa di dalam tubuhmu ada segumpal daging, jika ia baik maka baik seluruh tubuhnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia adalah hati". Oleh sebab itu setiap muslim harus menjaga hatinya agar tetap bersih dan cemerlang hingga mampu memberikan kekuatan yang handal untuk beramal shalih. Karena hati yang bersih tidak akan pernah puas untuk selalu beramal shalih sebanyak-banyaknya, sementara hati yang buta adalah sebaliknya, ia tidak akan pernah merasa puas dengan kemaksian yang diperbuatnya.

3. Istiqamah lisan
    Lisan seseorang merupakan cerminan dari hatinya, artinya bila hati dan iman seseorang terkondisikan dengan baik, terbina dan terpelihara, terutama dalam ibadah, niscaya akan melahirkan tutur kata yang baik, dan lembut. Rasulullah bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR Bukhari, Muslim).

Orang muslim tentunya harus selalu menjaga sikap istiqamahnya dan dalam segala aspek kehidupan. Rasulullah Saw bersabda: "Tidak akan lurus iman seseorang sebelum lurus hatinya, dan tidak akan lurus hati seseorang sebelum lurus lisannya".

    

Monday, April 10, 2017

IMAN KEPADA HARI AKHIR

Hari akhir adalah hari dimana dunia menemui kehancurannya. Manusia pada saat itu tidak melakukan kegiatan apa-apa karena mereka sibuk mencari penyelamatan, tetapi mereka tidak mendapatkan perlindungan kecuali pembuktian amal perbuatan yang telah dilakukan di dunia.
Beriman kepada hari akhir adalah percaya akan adanya kehidupan yang kekal setelah kehidupan di dunia ini. Iman kepada hari akhir merupakan pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap muslim, jadi orang yang tidak percaya kepada hari akhir, dia tidak termasuk golongan orang yang beriman.
Peristiwa terjadinya hari akhir banyak disebutkan di dalam Al-Quran, diantaranya:
1. Surat Al-Zalzalah 1-6
    "Apabila bumi diguncangkan dengan goncangan yang dasyat (1) Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandungnya) (2) Dan manusia bertanya; mengapa bumi (jadi begini)? (3) Pada hari itu bumi menceritakan beritanya (4) Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya (5) Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka (6).
Allah menjelaskan bahwa tanda-tanda kiamat dapat diketahui, akan tetapi kapan datangnya hari tersebut tak seorangpun mengetahuinya, bahkan Rasulullah sendiri pun tidak mengetahui secara pasti tentang hal itu.
Allah berfirman dalam Qs Al-A'raf 187:
    "Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: Bilakah terjadinya? Katakanlah: Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu ada pada sisi Tuhanku. tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba".

2. Surat Al-Qariah 1-5
    "Hari kiamat (1) Apakah hari kiamat itu? (2) Tahukah kamu apakah hari kiamat itu? (3) Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran (4) Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan (5)".
Peristiwa hancurnya alam dan seisinya diawali dengan tiupan terompet oleh malaikat Isrofil atas perintah Allah. Pada saat itu hancurlah dunia dengan segala isinya termasuk manusia.
Allah berfirman dalam Qs Az-Zumar 68 :
   "Dan dihembuskanlah terompet, maka robohlah apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi kecuali yang dikehendaki oleh Allah".

Kerusakan dan kemusnahan seluruh alam dengan segala isinya  bukan sesuatu yang mustahil dan bukan pula sesuatu yang menyimpang dari akal pikiran yang sehat. Allah telah menetapkan bahwa segala yang maujud (ada) pasti akan mengalami kerusakan dan kehancuran setelah melewati perputaran masa tertentu, kecuali Allah SWT sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Qashas 88: "Segala sesuatu pasti akan rusak dan musnah kecuali Allah SWT".

Kehidupan manusia pada waktu di dunia akan mendapat balasan, bagi mereka yang berbuat kebaikan dan suka beramal saleh akan ditempatkan di surga dan bagi mereka yang suka mengerjakan perbuatan buruk dan selalu menuju dosa akan mendapatkan balasan dari Allah dengan siksaan di dalam neraka.

Sebelum mereka menempati tempat yang sesuai dengan amal perbuatannya, lebih dahulu amal mereka dihisab, dan di sanalah pengadilan yang sejati. Allah mengadili mereka sesuai dengan catatan yang dibuat malaikat Raqib dan Atid, kemudian barulah menjatuhkan keputusan sesuai dengan amal perbuatan ketika di dunia. Pada hari itu tak seorang pun yang dapat membela kecuali amal yang telah dikerjakan sewaktu di dunia, semua anggota badan menjadi saksi atas amal perbuatannya. Manusia tidak dapat berdusta atau berbohong. Pada hari itu banyak orang yang menyesal karena mereka tidak banyak berbuat kebajikan ketika hidup di dunia.

Sunday, April 9, 2017

TENTANG IBADAH

Ibadah secara bahasa berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut istilah ibadah memiliki banyak arti, tetapi kandungan makna dan maksudnya tetap satu, seperti misalnya :
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan kecintaan yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah cakupan seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang lahir maupun yang batin.

Ibadah terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Ibadah hati
    Ibadah hati yaitu ibadah yang dilakukan hati dengan tujuan karena Allah. Aktivitas ibadah ini tidak terlihat secara jelas, namun akan terlihat ketika seorang muslim sedang menghadapi suatu urusan. Ibadah hati dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja sesuai kebutuhan dan keinginan.
    Yang termasuk ibadah hati diantaranya tawakal atau berserah diri; sabar atau siap menjalani ketentuan Allah; ikhlas atau berbuat sesuatu karena Allah semata; al-khauf atau rasa takut kepada Allah sehingga menghindarkan diri dari perbuatan maksiat; dan raja' atau berharap hanya kepada Allah.
2. Ibadah lisan
    Ibadah lisan yaitu ibadah yang dilakukan secara lisan berupa zikir untuk mengingat Allah. Contohnya membaca tahmid atau alhamdulillah; takbir atau allahu Akbar; tahlil atau mengucapkan kalimah la ilaha ilallah; membaca doa; dan yang sejenisnya. Selain itu, mengajak orang lain untuk ber-amar maruf nahi munkar atau berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran merupakan bagian dari ibadah lisan.
   Allah berfirman dalam QS Fussilat 33: "Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata,'sungguh aku termasuk orang- orang muslim (yang berserah diri)?')".
Firman Allah tersebut menegaskan bahwa sebaik-baik perkataan adalah isi perkataan tersebut adalah  menyeru untuk taat kepada Allah, memotivasi orang lain melakukan kebaikan dan mendorong manusia untuk meninggalkan perbuatan maksiat.
3. Ibadah badan
    Ibadah badan yaitu menjadikan seluruh anggota badan sebagai sarana ibadah kepada Allah. Contohnya salat, zakat, haji dan jihad.

Ibadah yang diterima oleh Allah adalah ibadah yang hanya dilandasi oleh niat yang tulus ikhlas karena Allah, oleh karena itu niat yang ikhlas adalah syarat utama diterimanya ibadah. Niat yang ikhlas merupakan dasar segala amal ibadah.

Saturday, April 8, 2017

IBADAH SHALAT

Shalat adalah kewajiban yang harus dijalankan oleh seluruh umat Islam dimana saja dia berada, dan dalam keadaan apapun. Kedudukan shalat dalam Islam sangat penting sekali, seperti disabdakan Rasulullah Saw dalam sebuah hadisnya:
"Shalat adalah tiang agama, maka barang siapa yang menegakkannya, berarti menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkannya, berarti meruntuhkan agama". (HR Baihaqi).
Baik buruknya amal shalat seseorang akan mempengaruhi amal ibadahnya yang lain. Dan tanpa shalat, semua amal ibadah yang lainnya itu tidak akan ada nilainya. Begitu pentingnya shalat, sehingga di hari kiamat nanti yang pertama sekali dihisab adalah amal shalat, sebagaimana sabda Rasulullah:
"Yang pertama kali dihisab dari amalan-amalan seseorang pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik maka baiklah seluruh amalannya, dan jika shalatnya rusak, maka rusaklah seluruh amalnya." (HR Tabrani).
Sasaran utama dari shalat adalah agar orang yang melakukannya selalu ingat kepada Allah yang menciptakannya dan dengan mengingat Allah setiap waktu akan menjadikan manusia selalu waspada, senantiasa menghindarkan diri dan perbuatan keji dan tercela, sehingga terlepas dari pelanggaran-pelanggaran yang akan menjerumuskan ke lembah penderitaan tanpa batas di neraka.
Shalat yang wajib dikerjakan ialah shalat yang lima waktu dalam sehari semalam. Shalat tersebut harus dikerjakan secara terus menerus dan sesuai dengan waktunya. Allah menegaskannya dalam Qs Al-Isra' 78:
"Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula) shalat subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan malaikat".
Maksud dari ayat tersebut adalah setiap muslim wajib mendirikan shalat lima waktu yang terdiri atas shalat dhuhur, ashar, maghrib, isya' dan subuh. Semuanya harus dikerjakan lengkap dengan syarat dan rukunnya sesuai dengan yang diperintahkan Allah SWT.

Friday, April 7, 2017

HIKMAH SHALAT

Agama merupakan rahmat bagi seluruh alam. Apa yang diperintahkan dalam agama adalah hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi penganutnya dan apa yang dilarang adalah hal-hal yang tidak baik dan membawa akibat buruk. Shalat adalah salah satu yang diwajibkan bagi setiap muslim, oleh karena itu shalat dapat dipastikan bermanfaat bagi yang melakukannya.
Banyak hikmah yang didapat dari shalat dan dampaknya dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Hikmah shalat tersebut adalah:
1. Membiasakan hidup bersih dan sehat
    Allah berfirman dalam QS Al-Maidah 6: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku-siku dan usaplah kepalamu dan basuhlah kakimu dengan dua mata kaki".
    Maksud dari ayat tersebut adalah bahwa orang yang selalu membasuh muka, tangan dan kakinya setiap akan mengerjakan shalat maka akan terjaga dari hadast dan najis serta raut mukanya akan tampak bersih dan segar, ini menandakan Islam itu senang kepada yang bersih.
    Sebagaimana diketahui bahwa setiap orang yang akan mengerjakan shalat terlebih dahulu harus bersih dan suci dari hadast dan najis. Begitu pula tempat dan pakaian yang digunakan untuk shalat.
Dengan demikian jelas sudah bahwa shalat dapat melatih seseorang agar cinta pada kebersihan. Orang yang suka membiasakan hidup bersih akan terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh kotoran yang melekat pada badan.
2. Shalat mendidik disiplin
    Shalat lima waktu mendidik dan membiasakan orang untuk berdisiplin dalam waktu. Ketaatan dalam melaksanakan shalat pada waktunya akan menumbuhkan kebiasaan untuk melaksanakan segala sesuatunya dengan tepat waktu, dan kebiasaan disiplin ini akan menjalar ke seluruh sikap hidup kesehariannya.
3. Shalat mendidik hidup sabar
    Shalat dapat mendidik dan melatih orang menjadi sabar, tabah dan tenang dalam menghadapi cobaan hidup. Bagi yang sungguh-sungguh dalam melaksanakan shalat, akan menjadi tegar dan tak gampang putus asa dalam menghadapi segala kesusahan dan kesulitan yang menimpa dirinya.
    Allah berfirman dalam QS Al-Maarij 19-23: "Sesungguhnya manusia diciftakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpakan kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya".
4. Shalat membentuk persaudaraan seagama
    Shalat berjamaah di masjid lebih tinggi nilainya daripada shalat sendiri atau shalat di rumah. Dengan berkumpul dan melaksanakan ibadah secara bersama-sama akan memupuk rasa persaudaraan sesama muslim. Rasa persaudaraan ini akan semakin terjalin dengan erat kalau selalu dibina dengan selalu melakukan shalat berjamaah di masjid.
   Allah berfirman dalam QS Al-Hujurat 10: "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat".
5. Shalat akan menghindarkan manusia dari perbuatan keji dan mungkar
    Apabila shalat dilaksanakan dengan hati yang ikhlas, dengan sikap tunduk dan patuh, maka akan mendorong pelakunya untuk membentengi diri dari perbuatan buruk.
    Allah berfirman dalam QS Al-Ankabut 45: "Sesungguhnya shalat dapat mencegah (diri) dari perbuatan keji dan mungkar".

Nabi Muhammad Saw memberikan gambaran kepada orang-orang yang mengerjakan shalat lengkap dengan syarat dan rukunnya semata-mata hanya karena Allah, ada tiga sasaran yang akan diperoleh bagi orang yang mengerjakan shalat yaitu; timbulnya keikhlasan dan kesabaran, bertambahnya takwa kepada Allah dan selalu ingat kepada Allah.
    

Thursday, April 6, 2017

PERSAUDARAAN ISLAM

Ketika Rasulullah Saw sudah berada di kota Madinah dan membangun suatu negara Islam pertama, maka mulailah beliau mengatur masyarakat berdasarkan pada undang-undang Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Rasul. Masyarakat ditata atas dasar persamaan hak dan kewajiban tanpa memandang sosial ekonomi tapi didasarkan pada ketakwaan kepada Allah. Tiada perbedaan manusia di hadapan Allah Swt, yang paling mulia di sisi Allah hanyalah yang paling takwa.
Ada dua kelompok masyarakat muslim yang tinggal di kota Madinah pada saat itu, yaitu kaum Muhajirin (berasal dari Makkah) dan kaum Anshar (penduduk asli Madinah), Rasulullah kemudian menjadikan kedua kelompok muslim tersebut bersaudara, saudara seagama, bahkan lebih dari itu mereka dijadikan seperti saudara kandung.
Persaudaraan Islam telah dikokohkan dengan firman Allah dalam QS Al-Hujurat 10 : "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, oleh sebab itu perdamaikanlah (perbaiki hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah kepada Allah, mudah-mudahan kamu mendapat rahmat".
Sesama Muslim, baik laki-laki maupun perempuan dilarang saling menghinakan, saling mencela, saling memberi gelar (julukan) yang tidak baik. Hal ini ditegaskan lagi pada ayat 11 : "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok); dan janganlah pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar(julukan) yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim".
Dikaitkan dengan keimanan seseorang, Rasulullah menegaskan dalam sabdanya : "Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai (mengasihi) saudaranya, sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri." (HR Bukhari).
Hadis tersebut menjelaskan bahwa Islam mengajarkan persaudaraan Islam diukur dengan keimanan seseorang. Iman seseorang tidak sempurna sebelum seorang Islam belum mengasihi saudaranya seperti dia mengasihi dirinya sendiri bahkan lebih dari itu. Yang dimaksud saudara di sini tidak terbatas pada saudara karena hubungan darah saja melainkan lebih luas lagi, bisa saudara sebangsa, saudara seagama dan bahkan sesama manusia.
Banyak contoh teladan yang diberikan Rasulullah Saw, juga para sahabat beliau maupun para tabi'in tentang pengamalan hadis tersebut, yaitu mengasihi saudaranya seperti mengasihi dirinya sendiri, terutama hal ini terjadi di saat keadaan gawat dan darurat, di masa peperangan atau bencana alam lainnya. Di saat seperti itulah perlu saling bahu membahu dan tolong menolong dalam menyelamatkan jiwa raga, harta benda dan melindungi setiap rumah tangga dari bahaya kemusnahan.


Wednesday, April 5, 2017

KEUTAMAAN SHALAT SUBUH

Shalat Subuh mempunyai waktu yang sangat pendek, yaitu sejak terbit fajar sampai terbitnya matahari. Ada sebuah penelitian yang menyatakan bahwa shalat Subuh dapat menjadi terapi dari berbagai penyakit, baik penyakit jiwa maupun raga. Shalat Subuh dapat menghilangkan sifat malas, menyegarkan badan dan melancarkan darah setelah tidur. Di samping itu udara yang segar dan belum tercemari pada waktu Subuh akan menyegarkan jantung, menguatkanparu-paru, meperbaharui sel-sel yang mati dan memperbaiki kinerja organ-organ tubuh bagi pelaku shalat Subuh. Kemudian berjalan kaki menuju masjid untuk menunaikan shalat Subuh dapat meningkatkan daya tahan tubuh, menguatkan otot-otot badan, menambahkan kelenturan sendi-sendi dan melonggarkan urat badi. Berjalan kaki ke masjid juga dapat menghidupkan sel-sel, memperbaiki kinerja jantung serta meningkatkan kemampuan otak dan daya ingat.
Zaman dahulu orang Islam malas berjamaah shalat Isya dan Subuh dikarenakan gelapnya malam, tetapi sekarang orang malas karena melimpah ruahnya fasilitas, salah satunya acara tv yang membuat orang menjadi tidak mampu bahkan tidak mau melangkahkan kakinya ke masjid. Acara tv membuat orang tidur larut malam sehingga porsi untuk tidur menjadi berkurang, yang akhirnya membuat orang Islam banyak yang meningggalkan shalat Subuh.
Allah berfirman dalam surat Al-Isra' ayat 78 yang artinya :
"Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pada saat) Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)".
Selain keutamaan yang dijelaskan oleh ayat tersebut, ada banyak keutamaan lain yang terkandung dalam shalat Isya dan Subuh, dan jika umat Islam mengetahui keutamaan tersebut niscaya mereka akan tergerak untuk menunaikan kedua shalat ini dengan kemantapan dan keikhlasan hati. Keutamaan tersebut termaktub dalam hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh HR Muslim, yaitu :
1. Barangsiapa yang shalat Isya berjamaah, maka seakan-akan dia shalat setengah malam. Dan barangsiapa shalat Subuh berjamaah, maka seakan-akan dia telah shalat semalam suntuk.
2. Dan rakaat fajar (shalat sunah sebelum Subuh) lebih baik dari dunia dan isinya.
3. Shalat Subuh sebagai cahaya di hari kiamat.
Semua manusia pasti pernah mengalami situasi gelap gulita ketika listrik padam, perasaan saat itu digambarkan begitu sumpeg, tidak tahu apa-apa, tak tahu arah, tak tahu letak sesuatu, dan  dikala gelap gulita itulah orang butuh cahaya, dengan cahara semua jadi jelas, perasaan jadi senang. Demikian pula ketika orang telah mengetahui keutamaan shalat Isya dan Subuh ia akan dengan senang hati melaksanakannya.
Bagi orang-orang munafik, shalat Subuh dan Isya merupakan kewajiban yang sangat berat. Sebagaimana disebutkan dalam dalam sebuah hadis shahih : "Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya dan Subuh". (HR Bukhari-Muslim).
Ada 6 sifat orang munafik dalam melaksanakan shalat, yaitu : "Malas saat hendak melaksanakannya, agar dilihat orang (riya), mengakhirkan waktu, tergesa-gesa melakukannya, hanya sedikit mengingat Allah dan enggan menghadiri shalat berjamaah".
Kumandangkanlah adzan Subuh dengan suara syahdu, sehingga pendengar tersentuh jiwa dan kalbunya dan segera bangkit untuk memenuhi panggilannya. Saat ini sudah sangat jarang muadzin yang memiliki suara merdu dan syahdu, bahkan terkesan asal-asalan, oleh sebab itu para pemuda hendaklah memiliki keinginan untuk berlatih menjadi seorang muadzin yang baik.

Monday, April 3, 2017

KEISTIMEWAAN AL-QURAN

Al-Quran diturunkan Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw pada bulan Ramadhan, ketika Nabi berada di Gua Hira. Selanjutnya Al-Quran diturunkan secara bertahap kepada beliau selama kurang lebih 23 tahun. Al-Quran adalah kitabullah terakhir yang diturunkan dan diterima Nabi. Kitabullah itu diturunkan dengan maksud dan tujuan "mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Terpuji" (QS Ibrahim 1).
Al-Quran memiliki banyak keistimewaan, salah satunya adalah sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw dan menjadi bukti kenabian beliau. Kitabullah itu hakikatnya adalah Risalah Allah yang merupakan risalah penutup kenabian.
Al-Quran memiliki bahasa sastra yang indah dengan ayat-ayatnya tidak lekang seiring perjalanan waktu, ia tetap eksis dan revelan dari sejak dahulu, kini dan masa yang akan datang.
Keistimewaan lain adalah Al-Quran itu bersifat kekal dalam artian Al-Quran berlaku untuk setiap generasi manusia, tidak hanya berlaku untuk satu atau beberapa generasi dan setelah itu tidak lagi berarti dan perlu diganti. Dengan kata lain Al-Quran berlaku sepanjang masa, selama dunia masih memancarkan sinar kehidupan. Dan Al-Quran senantiasa terpelihara dari penyimpangan, perubahan, pengurangan dan penambahan. Allah menjamin terpeliharanya Al-Quran, sebagaimana termaktub dalam firmanNya surat Al-Hijr 9 : "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya".
Al-Quran bersifat universal, artinya Al-Quran diturunkan untuk seluruh umat dan sekaligus untuk alam semesta. Al-Quran tidak bersifat sektarian, artinya ayat-ayat dalam Al-Quran tidak hanya berlaku bagi suku bangsa dan penduduk yang tinggal di negeri tertentu, tidak terbatas bagi orang-orang yang berkulit warna tertentu dan berbahasa tertentu, tetapi berlaku bagi semua suku dan bangsa tanpa memandang warna kulit dan bahasa yang digunakan, serta tinggal di negeri manapun.
Al-Quran pada garis besarnya berisi akidah, ibadah, akhlak dan mu'amalah duniawiyah. Al-Quran mempunyai bannyak fungsi diantaranya sebagai hudan (petunjuk), furqan (pembeda antara yang baik dan yang buruk), busyro (berita gembira), nur (cahaya yang menerangi kehidupan manusia), tibyan (penjelasan secara garis besar), syifaaush shudur (obat bagi penyakit rohani) dan mushaddiq (pembenar terhadap kitab yang datang sebelumnya). Dan yang terakhir Al-Quran adalah sebagai sumber acuan dasar atau sumber asasi Islam yang pertama.


Sunday, April 2, 2017

PENTINGNYA BERILMU

Dalam era modern dan era masyarakat industri sekarang ini, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi yang di dukung oleh kemampuan akal dalam memajukan segala aspek kehidupan manusia menjadi sangat dominan. Dan peranan orang-orang berilmu menonjol sekali dalam membangun dan memajukan masyarakatnya, baik itu agamanya maupun bangsanya.
Secara duniawi kedudukan mereka yang berilmu tersebut lebih terhormat dan lebih disegani, sedangkan secara ukhrowi, derajat mereka pun di hadapan Allah ditinggikan beberapa derajat, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Mujadalah 11 : "Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat".
Dengan ilmu pengetahuan, manusia yang diciptakan Allah sebagai Khalifah dimuka bumi ini akan berkemampuan membuka tabir tanda-tanda zaman dan mampu memanfatkan serta mengolah segala apa yang ada di bumi ini bagi kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Dan dengan ilmu pengetahuan pula lah manusia dapat membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah, seperti membuat sarana-sarana transportasi yang dahulu terasa tidak mungkin menjadi mungkin, misalnya pesawat terbang.
Untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah dan juga beribadah kepadaNya serta bermu'amalah kepada sesama makhluk pun tentunya diperlukan ilmu, misalnya dalam melaksanakan ibadah shalat, seseorang diwajibkan memiliki pengetahuan tentang shalat sehingga shalatnya pun menjadi benar. Contoh lain adalah banyak kaum lemah yang tidak bisa mengubah nasibnya karena mereka tidak berilmu. Di sinilah letak perbedaannya. Allah berfirman dalam QS Az-Zumar 9 : "Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui".
Kaum muslimin tentunya memerlukan ilmu pengetahuan yang mengandung nilai-nilai Ilahiyah sehingga dapat mengenal Allah dengan sebaik-baiknya. Allah berfirman dalam QS Al-Alaq 1-5 : "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya". 
Sedangkan untuk menjadi orang berilmu tentu saja banyak jalannya, bisa lewat pendidikan formal atau  pun lewat jalur non formal, sebab dunia ini pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan sepanjang manusia itu hidup. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda : "Siapa yang berjalan di suatu jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, Allah akan memudahkannya jalan menuju ke sorga." (HR Muslim).

Saturday, April 1, 2017

MENYIKAPI MUSIBAH

Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah 154-157: "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit kesulitan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila di timpa musibah, mereka mengucapkan : Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk".
Berdasarkan firman Allah di atas, dapat diketahui bahwa Allah akan selalu memberikan berbagai bencana dan musibah kepada umat manusia, tujuannya adalah untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan kesabaran manusia menerimanya.
Bila ditinjau dari syari'at Islam, maka bencana dan musibah itu dapat dibagi menjadi dua kemungkinan:
1. Sebagai ujian bagi orang beriman.
    Allah berfirman dalam Qs.Muhammad 31: "Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ikhwalmu". 
     Dari firman Allah tersebut dapat diambil maknanya bahwa Allah Swt akan menguji keimanan, kesabaran dan semangat jihad, oleh sebab itu dengan ujian ini setiap muslim akan semakin kuat dan mantap kualitas imannya.

2. Sebagai adzab Allah.
    Bila umat manusia telah melampaui batas dengan perbuatan durhaka, kufur dan kemaksiatan merajalela, sementara umat lainnya sudah tidak mampu menghentikannya, maka disitulah Allah akan menurunkan adzabnya, sebagaimana umat nabi Nuh as yang ditimpa banjir yang dahsyat, umat nabi Luth yang ditimpa gempa bumi, Firaun dengan bala tentaranya yang ditenggelamkan di laut Merah dan masih banyak lagi. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS Ali Imran 112; "Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada kecuali jika mereka berpegang pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah, dan mereka diliputi kerendahan".

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa umat manusia terutama orang yang beriman akan selalu diuji dan dicoba oleh Allah Swt, semua itu untuk mengukur sejauh mana kuat dan lemahnya iman mereka. Sedangkan Adzab yang diberikan kepada umat manusia terdahulu dan umat sekarang itu lebih dikarenakan perbuatan mereka sendiri yang sudah berlaku durhaka dan melampaui batas. Oleh sebab itu orang beriman harus pandai membaca sejarah umat manusia terdahulu hingga dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa tersebut, kemudian melakukan pertobatan dan bersabar dalam menghadapi musibah, meningkatkan keimanan, memperbanyak ibadah dan amal shalih.
Allah berfirman dalam Qs Az-Zumar 53:"Katakanlah hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Dialah yang maha Pengampun dan Penyayang".

Tuesday, March 28, 2017

SHALAT ISTISQA

Allah menciptakan bumi ini dengan bermacam-macam musim. Di wilayah-wilayah tropis yang terbentang di sekitar garis khatulistiwa hanya terdapat dua musim saja, yaitu musin hujan dan kemarau. Lama masing-masing musim tersebut kurang lebih enam bulan, tapi kadang-kadang musim tidak menentu, adakalanya musin hujan datang lebih lama atau sebaliknya. Jika terjadi musin kemarau dengan jangka waktu sangat lama maka keadaan di bumi menjadi kekurangan air. Semua sumber-sumber air seperti mata air, sumur, bahkan sungai menjadi kering. Kelanjutan dari itu, kebun dan sawah tidak bisa ditanami, binatang banyak yang mati karena kehausan. Air pun menjadi barang yang langka. Jika sudah begitu terasa betapa pentingnya fungsi dan peranan air bagi kehidupan makhluk di dunia ini.
Sesuai dengan sifat manusia yang serba terbatas dan banyak kekurangan, tentunya tidak memiliki daya dan kekuatan untuk membuat hujan yang cukup selain dengan memohon pertongan kepada-Nya.
Cara memohon kepada Allah supaya diturunkan hujan itu ada tiga cara :
1. Dengan mengerjakan shalat istisqa
    Shalat istisqa dilaksanakan di tempat terbuka, pada umumnya di lapangan sebagaimana shalat ied. Banyaknya rakaat adalah 2 rakaat, dikerjakan secara bersama-sama atau berjamaah. Dalam shalat istisqa tidak dilakukan adzan dan iqamah.
    Setelah membaca surat Al-Fatihah, pada rakaat pertama membaca surat Al-A'la dan pada rakaat kedua membaca surat Al-Ghaasyiyah. Bacaannya dikeraskan.
    Setelah selesai mengerjakan shalat, dilanjutkan dengan khutbah yang isinya antara lain menerangkan pujian, kebesaran Allah, nasihat, memohon ampunan (istighfar) dan membaca doa istisqa. Rasulullah banyak mencontohkan doa istisqa, diantaranya adalah:
    "Semua puji bagi Allah, yang memelihara sekalian alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang empunyai hari pembalasan. Tidak ada lagi Tuhan melainkan Allah. Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. Ya Allah, Engkaulah Tuhan, tidak ada lagi Tuhan melainkan engkau. Engkau Maha Kaya, sedangkan kami fakir. Turunkanlah hujan kepada kami, dan jadikanlah apa yang Engkau turunkan itu kekuatan dan bekal kami bagi kami satu masa yang panjang." (HR Abu Daud)
2. Pada shalat Jum'at
    Jika meminta hujan dilakukan pada saat shalat Jum'at, tidak perlu dilakukan shalat khusus istisqa, tetapi dilakukan dengan berdoa ketika khutbah. Doanya adalah:
    "Ya Allah turunkanlah hujan, ya Allah turunkanlah hujan, ya Allah turunkanlah hujan." (HR Bukhari-Muslim)
3. Tidak pada keduanya
    Meminta hujan tidak dengan mengadakan shalat khusus istisqa dan tidak pula pada shalat Jum'at, tetapi meminta hujan dengan cara berdoa sambil berdiri di atas mimbar atau duduk di masjid. Bacaan doanya adalah:
   "Ya Allah Tuhan kami, berilah kami hujan yang menghilangkan kesulitan, yang baik lagi menyuburkan, meratakan lagi banyak, dengan cepat tidak terlambat." (HR Ibnu Majah)

Monday, March 27, 2017

I'TIKAF

Secara bahasa i'tikaf memiliki arti berdiam diri di masjid dan beribadah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.  Di dalam Al-Quran, perintah tentang i'tikaf terdapat pada Qs Al-Baqarah 187 : "Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu berit'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya bertakwa".
Hukum i'tikaf ada tiga :
1. Wajib, yaitu i'tikaf bagi orang yang bernazar.
2. Sunnah mu'akkadah, yaitu i'tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan dengan alasan Rasulullah selalu melakukannya sampai beliau wafat, kemudian dilanjutkan oleh istrinya, sebagaimana Hadis yang diriwayatkan dari Aisyah ra : "Nabi Saw selalu beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah Azza wa Jalla mewafatkannya, kemudian istri-istrinya beri'tikaf setelah beliau wafat." (Hr Bukhari; Muslim).
3. Mustahab (dianjurkan), yaitu i'tikaf yang dapat dilaksanakan kapan saja selain sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan dengan syarat dia bukan orang yang bernazar.

Orang yang beri'tikaf wajib melaksanakan rukun i'tikaf yaitu berdiam di masjid dan tidak keluar kecuali ada kebutuhan (hajat) atau dalam keadaan darurat. Selain itu ia tidak boleh keluar kecuali karena ada alasan yang jelas dan ada kebutuhan mendesak. Sebagaimana hadis Rasul yang diriwayatkan dari Aisyah ra : "Adapun sunnah bagi orang yang beri'tikaf itu tidak menjenguk orang sakit, tidak mengiringi jenazah, tidak menyentuh dan menggauli wanita, dan tidak keluar (masjid) kecuali karena ada keperluan yang mendesak." (Hr Abu Dawud).
Adapun hal-hal yang membatalkan i'tikaf adalah : Keluar tanpa alasan syariat seperti keluar untuk jual beli yang bukan kebutuhan primer atau bukan merupakan kebutuhan alamiah manusia (buang air besar dan kecil) atau bukan kebutuhan darurat seperti robohnya masjid; berjimak antara suami istri dan hal-hal yang mendorong ke arah itu; orang yang murtad; orang yang mabuk; perempuan yang haid dan nifas karena keduanya termasuk junub.
Waktu pelaksanaan i'tikaf adalah pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Waktu awal dimulainya i'tikaf adalah setelah shalat fajar, sebagaimana hadis Rasul yang diriwayatkan dari Aisyah ra : "Adalah nabi Saw apabila ia hendak beri'tikaf beliau shalat fajar kemudian beliau masuk ke tempat i'tikafnya." (Muttafaq 'Alaih). Sebagian ulama berpendapat bahwa i'tikaf juga dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu, jika ingin beri'tikaf dimalam hari maka waktu dimulainya adalah pada saat matahari terbenam.
Bekerja adalah salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, oleh karena itu diperbolehkan bagi seseorang yang beri'tikaf untuk keluar bekerja pada siang harinya, dan ia keluar hanya semata-mata untuk bekerja, tidak melakukan perbuatan lain seperti tidur sebentar di rumah atau melakukan kegiatan yang bukan menjadi kebutuhan pokok maka i'tikaf yang dilakukannya tidak batal dan ia dapat melanjutkan i'tikafnya tanpa dengan niat baru. Dan jika seseorang keluar untuk bekerja lalu diselingi dengan perbuatan-perbuatan yang bukan termasuk kebutuhan pokok maka i'tikafnya telah batal dan ia harus memulai dengan niat baru ketika hendak beri'tikaf lagi.


Sunday, March 26, 2017

PADANG ARAFAH

Jika menyebut nama padang Arafah maka yang teringat pertama kali adalah ritual wukuf pada musim haji, tetapi jika merunut tahapan sejarah ternyata tidak hanya sebatas itu, ada banyak peristiwa yang terjadi di tempat itu, bahkan peristiwa yang belum terjadi namun Allah telah memberi kepastian tentang peristiwa tersebut akan terjadi di tempat itu.
Padang Arafah adalah sebuah tempat yang memiliki ritus sejarah terpanjang, penuh dengan berbagai kejadian yang menimbulkan romantisme sejarah yang agung, bahkan sejak zaman Nabi Adam keagungan sejarah itu telah dimulai.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda : "Al Hajju 'arafahu" yang artinya "Haji itu di Arafah", Ritualnya sendiri bernama wukuf, memiliki waktu yang terbatas dan khusus, tidak sembarang orang dapat melakukannya, karena ketentuannya sudah jelas, kapan harus berada di sana dan kapan harus segera meninggalkannya. Dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah sehari sebelum perayaan Idul Adha, waktunya adalah ketika matahari bergeser dari puncaknya yaitu selepas waktu dhuhur dan berakhir ketika matahari tenggelam, jelang maghrib.
Ritual wukuf ini seolah penggambaran masa-masa yang telah lalu dan masa yang akan datang, dimana rangkaian kejadian itu telah dan akan terjadi di tempat itu, dan berada di tempat itu telah mengingatkan pada keinginan untuk mengenang rangkaian kejadian-kejadian yang sudah pasti tersebut.

1. Mengenang Pengakuan Adam
   Di padang yang luas dan sunyi, ketika siang mulai menepi, semua makhluk saling mengingatkan akan kelemahannya masing-masing. Mengenang Nabi Adam, cikal bakal manusia di bumi ini, setelah diusir dari surga, ia melafadzkan seratus kali pengakuan berupa doa : "Rabbana dholamna anfusana wa illam taghfirlana wa tarhamna lalakunanna minal khasirin: Ya Tuhanku, aku telah mendzalami diriku sendiri, dan bila Engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepadaku, sungguh aku akan tergolong orang-orang yang merugi".
   Berjuta pasang mata memandangi langit, mengucurkan air mata, menyadari diri, menyadari akan penciftaan : "Rabbana maa khalaqta hadza batila, subhanaka fakina adzaban naar: Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau menciftakan aku dan semuanya ini tidaklah dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka ya Allah, jauhkanlah aku dari siksa adzab nan panas".

2. Mengenang perenungan Ibrahim.
    Setelah turun wahyu kepada Nabi Ibrahim untuk mengurbankan Ismail putranya, Ibrahim tidak langsung memberitahukan kepada Ismail. Berwukuf di Arafah inilah saatnya mengenang kembali saat-saat perenungan Nabi Ibrahim menerima ujian dari Allah yang begitu berat dan luar biasa. Nabi Ibrahim menimbang-nimbang, bertanya dalam hati, bermunajat dan kemudian memantapkan diri. Tanggal 9 Dzulhijjah sehari sebelum berangkat melaksanakan perintah Allah tersebut, kini diperingati, dikenang sekaligus dinapak-tilasi perenungan dan pemantapan tauhidnya.

3. Mengenang turunnya wahyu terakhir.
   Di Jabal Rahmah, di tengah padang Arafah adalah tempat pertemuan kembali Nabi Adam dan Siti hawa setelah turun ke bumi. Di tempat ini pula wahyu terakhir dari Al-Quran diturunkan pada Nabi Muhammad.
    Ketika itu Rasulullah sedang menunaikan haji terakhir yang dikenal dengan sebutan haji wada'. Pada kesempatan itu Rasulullah mengumumkan kesempurnaan agama Islam melalui Al-Quran yang telah lengkap dan sempurna isinya dan manusia diwajibkan berpegang teguh padanya. Wahyu tersebut adalah Qs Al-Maidah 3 :  "... pada hari (Arafah) ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah kuridhai Islam menjadi agamamu..". 
    Oleh karena itu pada saat wukuf di Arafah dengan waktu selepas dhuhur dan dimulai dengan mendengarkan khutbah wukuf adalah meneladani apa yang dilakukan Nabi Muhammad dan pengkutnya yang berhaji wada' pada ke-10 Hijriyah.

4. Mengenang Mahsyar.
    Yang juga ingin dikenang di Arafah adalah peringatan terhadap awal dan akhir kehidupan. Dua kutub yang sangat berbeda dan umat Islam diingatkan akan penyatuan dua kutub yang berbeda ini berulang kali dalam Al-Quran, kutub dunia dan kutub akhirat, kutub jasmani dan kutub ruhani, kutub material dan kutup spiritual, kutub fisika dan kutub metafisika. Perayaan akbar di padang Arafah ini adalah menapak-tilasi awal kehidupan dan gladi resik untuk akhir kehidupan.
    Napak tilas pertemuan Adam dan Hawa, awal persemaian umat manusia di bumi ini. Pertemuan Adam dan Hawa adalah awal dari kutub dunia, kutub jasmani, kutub material, kutub fisika. Dan pada dimensi lain mengajak manusia untuk merasakan sebuah gladi resik dari kehidupan setelah kematian. Dalam putihnya ihram yang seragam, jutaan manusia yang berwukuf merasakan manusia yang berbangkit kembali setelah mati. Merasakan padang Mahsyar yang panas di akhirat nanti. Inilah gladi resik dari saat-saat terakhir hidup keduniaan tetapi awal dari kehidupan keakhiratan. Pertemuan seluruh manusia di padang mahsyar nanti adalah awal dari kutub akhirat, kutub ruhaniah, kutub spiritual, kutub metafisika. 
   Awal dari kehidupan keakhiratan yang dimulai dengan perjumpaan akbar di padang Mahsyar dengan ditandai dekatnya matahari hingga sejengkal dari ubun-ubun manusia sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad, dan saat wukuf di arafah yang nyata dan panas, umat manusia yang tengah berhaji diberi kesempatan mencicipi barang sedikit keadaan ketika Allah mendekatkan matahari sejengkal dari ubun-ubun tersebut.

Dalam wukuf itu umat manusia melafadzkan pujian akan keagungan Allah Swt, disertai doa permohonan ampun. Saat mengingat awal kehidupan, umat manusia memuji Sang Pencifta dan saat mengingat akhir kehidupan umat manusia memohon ampunan atas segala dosa yang telah diperbuat.

Saturday, March 25, 2017

QADLA DAN FIDYAH

Ada beberapa golongan yang mendapat rukhsah (keringanan) untuk tidak melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, tetapi dibebankan kepada mereka untuk mengganti puasa yang mereka tinggalkan, baik itu menggantinya dengan puasa lagi (qadla) maupun menggantinya dengan memberi makan seorang miskin (fidyah). Allah menjelaskannya dalam Qs Al-Baqarah 184 : "(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui".

Dari uraian ayat di terangkan mengenai qadla dan fidyah, yaitu :
1. Tentang qadla.
    Orang yang sakit dan orang yang dalam perjalanan boleh untuk tidak melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan tetapi orang tersebut wajib mengganti (qadla) pada hari lain. Adapun yang dimaksud hari lain adalah hari di luar bulan Ramadhan. Termasuk ke dalam golongan ini adalah perempuan yang sedang haid dan tidak berpuasa Ramadhan, maka wajib mengganti puasa (qadla) di luar bulan Ramadhan sebagaimana hadis Rasul yang diriwayatkan Aisyah ra : "Kami kadang-kadang mengalami itu (haid), maka kami diperintahkan untuk mengganti puasa dan tidak diperintahkan untuk mengganti shalat." (Muslim).
   Tidak ada batas akhir waktu kapan harus mengganti puasa, namun sebaiknya dilakukan sebelum Ramadhan berikutnya, tetapi jika tidak bisa melakukannya karena ada hal yang membuatnya terhalang, maka tetap harus diganti pada Ramadhan berikutnya, atau karena lalai, untuk orang yang lalai tersebut agar beristighfar, memohon ampun dan bertaubat untuk tidak mengulangi kelalaiannya dan tetap wajib membayar puasanya.

2. Tentang fidyah.
    Orang yang merasa berat untuk berpuasa maka ia wajib mengganti dengan membayar fidyah dan tidak perlu mengganti dengan puasa lagi (qadla). Yang termasuk golongan ini adalah orang yang sudah tua. Juga termasuk di dalamnya perempuan yang hamil dan perempuan yang sedang dalam masa menyusui, sebagaimana hadis Rasul : "Sesungguhnya Allah  Azza wa jalla telah membebaskan puasa dan separuh shalat bagi orang yang bepergian serta membebaskan puasa dari perempuan yang hamil dan menyusui." (an-Nasa'i).

Friday, March 24, 2017

MAHRAM

Sebagian besar orang mengatakan muhrim, tapi berdasarkan bahasa arab, muhrim artinya orang yang sedang berihram dalam hal ini kaitannya dengan peribadahan di Baitullah, sedangkan mahram adalah seorang perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan, sehingga tidak boleh menikah  di antara keduanya. 
Allah berfirman dalam Qs An-Nisa 23 : " Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudaramu sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istri kamu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Berdasarkan ayat tersebut dapat diketahui bahwa hubungan mahram dapat terjadi karena tiga sebab :
1. Mahram sebab Keturunan.
    Orang-orang yang termasuk mahram sebab keturunan, dalam artian tidak boleh dinikahi sebab keturunan ada tujuh golongan, yaitu : Ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara ayahmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan.

2. Mahram sebab Susuan.
    Al-Quran menyebutkan secara khusus dua bagian mahram sebab susuan, yaitu : Ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara-saudara perempuan sepersusuan.

3. Mahram sebab Perkawinan.
    Mahram sebab perkawinan ada enam golongan, yaitu : Ibu-ibu istrimu (mertua); istri-istri anak kandungmu (menantu); dan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri (anak tiri), kecuali jika istri tersebut belum dicampuri dan lalu diceraikan maka dibolehkan menikahi anak tiri tersebut; wanita-wanita yang telah dikawini ayahmu (ibu tiri); menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan bersaudara.

Mahram disebabkan keturnan dan sesusuan bersifat abadi, begitu pula mahram disebabkan pernikahan. Kecuali menghimpun dua perempuan bersaudara, dalam hal ini dilarang menghimpun dua perempuan bersaudara dalam satu pernikahan dalam keadaan sama-sama masih hidup, tetapi dibolehkan apabila seseorang menikahi seorang perempuan kemudian perempuan tersebut meninggal lalu ia menikahi saudara perempuan yang sudah meninggal tersebut.


Thursday, March 23, 2017

MENUJU BAITULLAH

PERSIAPAN
Ibadah haji merupakan ibadah yang di dalamnya terhimpun berbagai kondisi, yaitu kematangan jiwa, ketahanan fisik dan kemampuan harta. Kondisi yang pertama yaitu kematangan jiwa dimaksudkan sebagai kesiapan ruhiyah dalam memenuhi panggilan Allah dan kesiapan mental untuk menjadi manusia haji, bukan semata-mata telah berhaji. Kondisi kedua yaitu ketahanan fisik diperlukan dalam rangka mendukung terlaksananya seluruh prosesi haji dengan baik. Sebab, sejak dari berangkat sampai kembali dari mekah, para hujjaj (orang yang melaksanakan haji) dituntut memiliki ketahanan fisik yang prima. Kondisi ketiga yaitu kemampuan harta dimaksudkan sebagai kemampuan finasial yang harus dimiliki oleh setiap hamba yang ingin berziarah ke Baitullah, selain itu bukan hanya disyaratkan ada harta, melainkan memperolehnya pun harus dengan cara yang halal.

PERJALANAN SPIRITUAL
Berziarah ke Baitullah bukan sekedar perjalanan dari tanah air menuju kabah dan Arafah, melainkan lebih merupakan perjalaan spiritual dari keindividuan menuju keumatan. Pada tahapan ini seorang muslim haruslah memiliki bekal pemahaman tentang ibadah yang akan dijalankannya.
Pada dasarnya ibadah diperuntukkan untuk setiap tempat dan setiap waktu. Namun ada beberapa ibadah yang oleh syariat telah ditetapkan waktu atau pun tempat pelaksanaanya. Secara syar'i haji adalah melakukan ziarah ke tempat yang khusus pada waktu yang khusus dan di tempat yang khusus pula, selain itu hanya dilakukan dalam bulan-bulan tertentu (Syawal, Dzulqaidah, 10 hari awal bulan Dzulhijjah).
Haji dipandang sah bila pelaksanaannya di Baitullah dan Arafah mengikuti tradisi yang diwahyukan kepada nabi Ibrahim as. Dengan alasan apapun ketentuan syariat ini tidak dapat diubah, baik dengan alasan keamanan, efektivitas waktu maupun hal lainnya. Oleh sebab itu ketika seorang muslim keluar dari rumahnya menempuh perjalanan berziarah ke Baitullah, meninggalkan segenap kepentingannya yang kesemuanya merupakan kesenangan jiwa manusia, ia melakukannya hanya demi mewujudkan harapannya mendapat rahmat dan ridha-Nya, bukan karena sesuatu yang lain.

BERBEKAL HARTA DAN TAKWA
Rasul bersabda : "Orang Yaman berhaji tanpa membawa bekal, mereka menyatakan diri sebagai orang-orang yang bertawakkal, sesampainya di Mekah mereka meminta pada manusia, kemudian Allah menurunkan ayat 'berbekallah kamu sekalian dan sebaik-baiknya bekal adalah takwa'." (Hr Bukhari).
Setiap jamaah haji harus mempersiapkan bekal berupa harta dan ketakwaan. Harta merupakan bekal yang bersifat materi, harta adalah sebagai penunjang yang akan memudahkan para hujjaj selama perjalanan ibadah haji berlangsung. Adapun ketakwaan merupakan bekal mental dan spiritual. Bekal materi akan menghindarkan diri dari menggantungkan harapan pada orang lain, sedang bekal takwa dimaksudkan menjadikan hujjah berbuah haji mabrur.
Takwa adalah kekuatan ruhiyah, spiritual dan mentalitas, hal ini sangat diperlukan karena ritual haji sangat membutuhkan kesabaran, keuletan, ketekunan dan kebersihan jiwa. Disaat melakukan thawaf seorang hujjaj harus siap dan rela berdesak-desakan dengan sesama hamba Allah lainnya. Tidak boleh ada perasaan angkuh, tinggi hati dan amarah. Ketika ber-sa'i harus ditunaikan secara jujur dan sempurna sesuai tuntunan Rasulullah, tidak boleh ada perasaan ingin dihormati dan dibedakan yang membuat timbulnya perasaan tidak ingin bersama atau disamakan dengan orang bersa'i pada umumnya. Sepanjang prosesi haji, para hujajj tidak boleh dusta, ghibah dan namimah (mengadu domba) pun beramarah.
Melepaskan baju dan menggantinya dengan kain ihram sebagai tanda kesamaan sekaligus penajaman visi. Kain ihram yang mirif dengan kain kapan adalah sebagai penanda dekatnya kematian dan perpisahan dengan dunia. Penajaman visi tentang kehidupan sangat tergambar dalam tampilan orang yang sedang mengenakan kain ihram, tiada harta selain beberapa helai kain, tiada pula status yang membuatnya harus diprioritaskan.
Memotong rambut adalah pertanda kekhusukan, menghinakan diri di hadapan Allah. Menjauhi wangi-wangian pertanda pengendalian terhadap keinginan jiwa dan nafsu, sebab wewangian adalah pelezat nafsu, maka menjauhinya dalam rangka mentaati Allah akan menghantarkan pada kedekatan dengan Allah. Pakaian indah, tampilan rambut dan wewangian, semuanya adalah hiasan nafsu. Tiga hal ini harus dijauhi saat prosesi haji, agar para hujjaj benar-benar insaf akan posisinya sebagai manusia. Di hadapan-Nya, manusia sangat hina, fakir dan lemah walau ia kaya raya dan terhormat, bahkan seorang Raja sekalipun. Hendaklah ia bergantung hanya kepada-Nya yang Maha Mulia, Maha Kaya dan Maha Perkasa. Setelah menyadari akan serba kekurangan dirinya, maka berlanjut pada pengagungan terhadap Rabnya.

TALBIYAH
Ungkapan talbiyah merupakan jawaban hamba terhadap seruan (panggilan) Yang Maha Perkasa (Al-Hajj 27) sekaligus membawa pesan Illahi akan kepatuhan hamba pada Rabnya. Para hujjaj hendaknya tidak hanya sekedar menghafal lafadz-lafadz talbiyah tersebut, melainkan harus memahami dan melaksanakan pesan-pesan yang dibawanya. Ibadah haji merupakan penutup rukun Islam, karenanya dalam ibadah haji terhimpun inti dari rukun-rukun Islam yang lain. Dalam ungkapam talbiyah terkandung seluruh bagian-bagian tauhid : "Labbaik Allahummalabbaik labbaika la syariika laka labbaika innalhamda wal ni'mata laka wal mulka lasyariika laka".
Kalimat 'al nimata laka' merupakan pengakuan atas tauhid rububiyah, sedangkan tauhid mulkiyah ada pada kata 'wa al mulk' dan tauhid uluhiyah terdapat pada kata 'La syarika laka". Ketiga unsur tauhid tersebut merupakan inti dari dua kalimah syahadah. Rukun Islam lainnya seperti shalat tergambar dalam shalat dua raka'at sebelum thawaf, sedangkan puasa dilaksanakan para hujjaj sebanyak tiga hari selama proses ibadah haji dan tujuh hari lainnya setelah kembali ke tanah air. Demikian pula dengan zakat dan shadakah tampak pada biaya yang harus dikeluarkan para hujjaj dalam kaitannya dengan perjalanan selama menunaikan ibadah haji.

THAWAF
Thawaf merupakan amalan yang paling pertama dilakukan para hujjaj sesampainya di mekah (thawaf qudum). Seolah-olah merupakan tahiyyatul haram sebagaimana penghormatan pada masjid dengan tahiyyatul Masjid. Ketika para hujjaj telah sampai di hadapan kabah, di tempat itulah ia melakukan thawaf, tidak ada tempat di belahan bumi manapun yang disyariatkan untuk thawaf melainkan di pusaran kabah.
Thawaf adalah simbol dari pengagungan, bukan kepada kabah tetapi pada Zat pemiliknya. Pengagungan kepada Allah dari segala arah, segala waktu dan keadaan. Orang yang sedang bethawaf sejatinya sedang membina kedekatannya dengan Allah Swt.
Siapa yang selalu dekat dengan Allah tentu ia akan mengingat Allah dalam setiap keadaan. Orang yang hatinya selalu tertuju pada Allah, tentu malu dan takut jika berada dalam murka Allah. Kedekatan menghasilkan kecintaan, kecintaan menghasilkan ketundukkan, ketundukkan melahirkan pemujaan atau penyembahan. Hujjaj yang mabrur adalah mereka yang telah jatuh cinta pada Allah sampai pada titik penghambaan sebagai bukti dari rasa cintanya.

HAJAR ASWAD
Di saat melakukan thawaf disunahkan untuk mencium hajar aswad, jika sulit menjangkaunya cukup melambaikan tangan kanan dari kejauhan. Seperti halnya thawaf di pusaran Kabah, tidak ada satu jenis batu atau benda yang oleh syariat diharuskan untuk dicium melainkan hajar aswad. Ini memberi isyarat bahwa manusia dalam beagama harus tunduk pada syariat yang qath'i (tertentu). Sebagaimana ungkapan mashyur yang diucapkan Umar bin Khatab, seorang sahabat Nabi Saw yang terkenal dengan ketegasan namun berhati lembut, kepada batu tersebut : "Sungguh aku mengetahui bahwa kamu benar-benar hanyalah sebuah batu yang tidak memberikan mudharat dan juga tidak memberikan manfaat. Seandainya aku tidak melihat kekasihku Nabi mencium kamu, maka aku tidak mau mencium kamu."
Dengan demikian para hujjaj harus mampu menangkap pesan syariat thawaf, mencium hajar aswad melalui perkataan umar tersebut. Beribadah haji bukan terletak pada Kabahnya melainkan terletak pada pemenuhan terhadap panggilan Allah Zat Pemilik Kabah.

HARI ARAFAH
Rasul bersabda : "Haji itu Arafah, siapa yang sampai di Muzdalifah sebelum subuh maka hajinya sempurna". (Nasa'i)
Ungkapan nabi ini memberi isyarat tentang keagungan wukuf di Arafah, sehingga dianggap tidak sah haji yang tidak menuntaskannya di Arafah, sebagaimana shalat tidak syah tanpa membaca Al-Fatihah dan tidak berharga sebuah amal tanpa niat.
Di sebuah tempat di padang Arafah yang bernama Namirah dan juga seluruh seluruh wilayah Arafah, disampaikann khutbah Arafah menjelang pelaksanaan shalat dzuhur dan Ashar secara jamak. Di dalam khutbah tersebut disampaikan keadaan umat Islam. Kemudian ditindak lanjuti lagi pada saat bermalam di Mina selama hari tasyrik. Karena seluruh jamaah haji berkumpul di tempat ini (Arafah), sesungguhnya ini adalah momen yang tepat bagi para hujjaj untuk saling membicarakan dan memberi solusi terhadap persoalan yang dihadapi kaum muslimin. Khutbah Arafah memunculkan gagasan-gagasan baru seputar dunia Islam, sedang di Mina persoalah keumatan dibicarakan dengan lebih dalam dan rinci lagi. Inilah pesan haji yang termat agung, datang demi memenuhi panggilan-Nya dan pulang dengan membawa agenda perbaikan umat.


Wednesday, March 22, 2017

GENERASI MUTTAQIN

Muttaqin artinya orang yang bertakwa. Manusia yang memiliki derajat muttaqin adalah manusia yang beruntung, ia tidak akan dengan mudah terlena pada godaan dunia, karena dalam hatinya selalu yakin kepada balasan di sisi Allah Swt jauh lebih mulia daripada tipuan dunia tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam Qs Ali Imran 14-15 : "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa yang diingini, yaitu ;  perempuan-perempuan, anak-anank, harta benda yang banyak dari jenis emas, perak; kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah : "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridhaan Allah, dan Allah Maha melihat akan hamba-hamabanya."

Orang yang bertakwa, karena ketakwaannya akan selalu merasa memiliki tanggung jawab yang besar untuk menyiapkan generasi muttaqin berikutnya untuk menggantikan fungsi kekhalifahan sebagai wakil Allah di muka bumi ini. Mereka akan selalu merasa khawatir dikemudian hari akan meninggalkan generasi yang lemah sehingga tidak berguna untuk kehidupan dunia dan akhirat, sebagaimana dijelaskan dalam Qs Ann-Nisaa' 9 : "Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatirkan (kesejahteraan) nya. Oleh karena itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar."

Ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam mendidik generasi muttaqin ini, yaitu :
1. Menanamkan karakter tauhid. Karakter ini secara pasti akan membuat manusia mengakui keesaan Allah dengan sungguh-sungguh, lalu merendahkan diri dan menundukkan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya, hal ini kan menjadi bekal untuk selalu taat dan gemar beribadah kepada-Nya di masa depan.
2. Menanamkan untuk selalu mengerjakan amalan-amalan utama seperti mendirikan shalat dimana pun ia berada, menghidupkan jiwa amar ma'ruf nahi mungkar (menyeru kepada kebaikan, mencegah kepada yang mungkar) dan senantiasa memiliki kesabaran yang terus-menerus terhadap cobaan yang menimpa.
3. Menanamkan untuk selalu memiliki sifat akhlaqul karimah. Sifat-sifat baik harus sudah ditanamkan sejak dini, terutama ketika manusia telah tiba pada usia numayiz yaitu usia dimana seorang manusia mulai bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Dan kepada mereka sebaiknya diberi contoh langsung oleh para pendidik sendiri.

Tuesday, March 21, 2017

MAKANAN ROHANI

Manusia diciftakan Allah terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Keduanya memerlukan makanan. Unsur jasmani memerlukan makanan berupa materi, sedangkan unsur rohani memerlukan makanan berupa iman, yaitu sebuah kepercayaan terhadap Tuhan dengan seperangkat iman (arkanul iman). Kedua unsur itu harus seimbang. Mengutamakan salah satu saja akan melahirkan ketakseimbangan dalam tata bersikap maupun tata berpikir.  
Makanan rohani yang dalam hal ini adalah iman haruslah terasa nikmat, agar rohani terus menerus ingin memakannya hingga sehatlah rohani tersebut dan jika rohani sehat maka akan timbul ketentraman, keadaan rohani yang demikian akan berpengaruh pada sehatnya jasmani.
Ada tiga makanan rohani yang berasa nikmat jika memakannya, yaitu :
1. Ridla Allah sebagai Rab.
    Rab artinya pencifta dan pengatur, sering diartikan sebagai Tuhan. Jadi Rab berarti Tuhan dipercayai sebagai pencifta dan pengatur alam semesta beserta seisinya, dan Tuhan satu-satunya. Mempercayai Allah sebagai satu-satunya Rab akan melahirkan perasaan tentram dalam hati, sehingga tidak merasa takut atau gelisah menghadapi beratnya ujian dan cobaan.
2. Ridla Islam sebagai Dien.
    Dien artinya merendah dan taat kepada Allah, Dien juga berarti agama. Agama Islam dijadikan sebagai pedoman untuk merendah diri dan taat kepada Allah, karena agama Islam itu adalah peraturan-peraturan atau hukum-hukum Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dengan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup maka tidak perlu lagi mencari-cari pedoman yang lain, karena kalau masih mencari-cari pasti tidak memuaskan, karena pencarian itu tidak akan pernah maksimal. Berbeda dengan Islam yang sudah sempurna, maka tinggal menerapkan saja ke dalam semua sektor kehidupan. Hati pun akan menjadi tenang.
3. Ridla Muhammad sebagai Nabi dan Rasul.
    Ada perbedaan arti antara Nabi dan Rasul. Nabi adalah orang yang diberi wahyu untuk dirinya sendiri, sedang Rasul adalah orang yang diberi wahyu untuk disampaikan kepada umat, agar wahyu tersebut dijadikan pedoman hidup. Muhammad disebut Nabi karena memang beliau mendapat wahyu dan ada beberap wahyunya itu hanya khusus untuk beliau sendiri, semisah menikah lebih dari 4 orang. Selain sebagai Nabi, Muhammad juga adalah Rasul, hal itu dikarenakan beliau mendapat wahyu untuk disampaikan kepada umat untuk dijadikan pedoman hidup. 
Muhammad, baik sebagai Nabi maupun sebagai Rasul adalah teladan yang paling bagus (Uswah hasanah). Di dalam kehidupanan ini manusia sangat labil oleh sebab itu diperlukan teladan dalam hal ini Nabi Muhammad sebagai teladan agar kelabilan itu dapat terkendali. Karena hati merasa ridla menerima Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, itu berarti siap melaksanakan sunnahnya.

Selain tiga di atas ada tiga hal lagi yang dapat menjamin manusia akan merasakan nikmatnya makanan rohani (iman), sebagaimana dijelaskan Rasulullah dalam hadis : "Ada tiga hal yang jika tiga itu ada pada diri seseorang, maka orang tersebut dijamin pasti akan merasakan nikmatnya iman, yaitu barangsiapa yang tidak ada sesuatu paling dicintai selain Allah, dan barang siapa yang siap dibakar dengan api demi cintanya pada agamanya (Islam) daripada dia harus murtad, dan barang siapa yang mencintai (sesuatu atau seseorang) dan juga membencinya hanya karena Allah". 

Monday, March 20, 2017

AKHLAK MASYARAKAT JAHILIYAH

Kebaikan yang berupa akhlak mulia merupakan landasan dan modal utama dalam menata kehidupan umat manusia. Akhlak mulia sangat mudah dikatakan namun tidak mudah dipilih untuk dilakukan, berakhlak mulia itu sungguh berat karena harus mau berbuat sesuatu untuk kesenangan orang lain, diperlukan pengorbanan lahir dan batin demi hal tersebut. Hanya orang yang sadar akan balasan Allah yang mau berkorban untuk sesama.
Masyarakat jahiliyah di zaman Rasulullah adalah masyarakat yang luar biasa buruk akhlaknya, oleh sebab itu Nabi muhammad diutus ke tengah mereka yaitu untuk meluruskan sekaligus menata akidah dan akhlak mereka. Masyarakat jahiliyah bukannya tidak bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk, mereka tahu bahwa berbuat curang itu jelek dan jujur itu baik, kejam itu jelek dan sabar itu baik. Kendati akal dan perasaan dapat memilah mana yang baik dan mana yang buruk tapi kekuatan nafsu telah membawa mereka berbuat sesuatu yang menguntungkan diri sendiri walaupun merugikan orang lain. 
Untuk meningkatkan kesejahteraan dan kekayaan, masyarakat jahiliyah bertransaksi dagang dengan melakukan kecurangan timbangan. Begitu merebaknya kecurangan ini hingga Allah memperingatkan agar kegitan semacam ini dihentikan (Qs Al-Muthaffifin 1-6). Sebernarnya mereka mengerti bahwa kecurangan itu tidak baik karena merugikan pihak lain. Tapi karena berbuat curang itu diyakini sebagai jalan pintas meningkatkan penghasilan, mereka terus melakukan itu.
Masyarakat jahiliyah menyadari bahwa saling menolong dan menjaga persaudaraan serta keutuhan masyarakat itu diperlukan karena hidup sendirian tidak mungkin. Masyarakat Arab dikenal dermawan, apalagi kalau mendapat pujian, kedemawanannya semakin bertambah. Hanya kemudian mereka melakukannya sebatas untuk kelompoknya saja, kelompok lain dianggap sebagai musuh. Bila anggota kelompoknya dianiya atau dibunuh, mereka akan melakukan pembalasan yang lebih besar. Kata maaf tidak berlaku diantara mereka, oleh sebab itu permusuhan antar suku berlaku berkepanjangan.
Kemudian ketika Rasulullah berhasil mengibarkan panji-panji Islam di semua tempat, beliau masih harus berhadapan dengan orang-orang munafik. Inti dari kejiwaan orang-orang munafik adalah selalu berbeda antara yang diomongkan dengan yang dipikirkan dan diperbuat. Ketika mereka hendak membangun, sebenarnya mereka hendak merusak, ketika mereka mengajak menjaga keutuhan dan kebersamaan, sebenarnya mereka ingin menciftakan pertikaian. Mereka selalu berkebalikan dalam perbuatan dan kehendak. Rasulullah mengalami kesulitan menghadapi masyarakat yang rusak akhlaknya seperti ini.
Dalam ajaran Islam, berjuang membangun masyarakat dari jahiliyah menuju masyarakat berperadaban harus dilandasi kemulian akhlak. Begitu pentingnya akhlak ini sehingga rasulullah menyatakan dalam hadisnya : "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak".

Sunday, March 19, 2017

BERBUAT BAIK KEPADA ORANGTUA

Berbuat baik kepada orangtua (birrul walidain) termasuk ajaran Islam yang penting dan merupakan amal yang utama dalam pandangan Allah Swt dan Rasul-Nya. Rasulullah Saw pernah ditanya seorang sahabat tentang amal yang paling dicintai Allah, beliau bersabda : "Shalat tepat pada waktunya, berbuat baik kepada orangtua, berjihad di jalan Allah." (HR Bukhari).
Perintah berbuat baik kepada orangtua ditempatkan Allah sesudah menyembah dan beribadah kepada-Nya, hal ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada orangtua harus menjadi perhatian utama setiap muslim. Orang tua adalah orang pertama yang mendidik kita, bahkan ibu telah melakukannya ketika anak manusia masih berada dalam kandungan, oleh sebab itu Islam dengan tegas memerintahkan umatnya untuk selalu berbakti padara orangtua, bahkan bila orangtua berlainan agama.
Berbuat baik pada orangtua harus diwujudkan dalam perkataan, sikap dan perbuatan, sebagaimana termaktub dalam Qs Al-Isra' 23 : "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia. Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai beumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan pada keduanya 'ah'. Dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia".
Ada beberapa cara berbuat baik kepada orangtua, yaitu :
1. Memberikan nafkah. Allah berfirman dalam Qs Al-Baqarah 215 : " Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah ; 'Apa saja harta yang kamu nafkahkah hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan'. Dan apa saja yang kamu buat, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui".
2. Mendoakan dan memohonkan ampunan kepada Allah atas dosa mereka, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Sebagaimana Firman Allah dalam Qs Al-Isra' 24 : "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah ; 'Wahai Tuhanku, kasihinilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
3. Berbuat baik kepada orangtua yang sudah meninggal dapat dilakukan dengan cara menyambung tali silaturrahim terhadap teman-teman baik almarhum. Selain itu adalah melanjutkan tradisi baik keduanya semasa mereka masih hidup, misalnya pergi ke pengajian, senang berinfak dan bersedekah, dan lain sebagainya. Tradisi semacam itu akan menjadi pahala yang tak terputus bagi mereka.

Saturday, March 18, 2017

ULAMA DAN UMARA

Ulama dan umara adalah pasangan pemuka masyarakat yang utama. Ulama dalam bahasa Arab berarti orang yang berpengetahuan, ahli ilmu, orang pandai. Sedang dalam bahasa Indonesia ulama berarti orang yang ahli ilmu agama Islam. Dalam Al-Quran kata ulama sepadan dengan ulul albab yang artinya orang yang arif. Sedangkan umara berarti pemimpin atau penguasa. Dalam Al-Quran kata umara sepadan dengan ulul amri yang artinya orang yang mempunyai pengaruh, kekuasaan, orang yang memangku urusan rakyat, penguasa sebuah pemerintahan.
Para ulama adalah pewaris nabi dan penerus tugas-tugasnya di dunia. Allah berfirman dalam Qs Al-Ahzab 45-47 : "Wahai Nabi, sungguh Kami mengutus engkau sebagai saksi, sebagai pembawa kabar dan pembawa peringatan. Dan sebagai orang yang mengajak kepada Allah dengan izin-Nya, dan sebagai pelita pemberi cahaya. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang beriman, bahwa mereka akan memperoleh karunia yang besar dari Allah". Dalam ayat tersebut diuraikan tugas-tugas nabi di dunia dan para ulama sebagai pewaris nabi tentunya akan meneruskan tugas-tugas tersebut. Para ulama diposisikan sebagai penjaga moralitas umat manusia dalam segala aspek kehidupan, termasuk moralitas para penguasa.
Allah berfirman dalam Qs At-Taubah 122 : "Seharusnya jangan semua kaum mukmin berangkat bersama-sama: Dari setiap golongan sekelompok mereka ada yang tinggal untuk memperdalam ajaran agama dan memberi peringatan kepada golongannya bila sudah kembali, supaya mereka dapat menjaga diri." Ayat tersebut turun sebagai larangan kepada kaum mukmin ikut serta pergi ke medan perang untuk berjihad seluruhnya, tapi harus ada yang menetap dan memperdalam pengetahuan agama untuk memberi peringatan kepada kaumnya bila telah kembali dari medan perang.
Para ulama masa kini (pakar muslim, pemuka agama dan pendakwah) harus segera kembali terjun ke masyarakat untuk menunaikan tugas-tugas lainnya seperti : Membacakan ayat-ayat Allah; menyucikan pikiran dan akhlak manusia;  mengajarkan kitab Allah;  mengajarkan hikmah; mengajarkan pengetahuan.

Ulul amri adalah orang yang memegang kekuasaan atau orang yang bertanggung jawab yang dapat mengambil keputusan dan menangani pelbagai persoalan.
Di dalam Islam tidak ada pemisahan yang tajam antara soal-soal yang sakral dengan yang sekular, maka adanya suatu pemerintahan diharapkan dapat berjalan di atas kebenaran dan dapat bertindak sebagai imam yang shalih, benar dan bersih. Umat harus menghormati dan mematuhi kekuasaan yang demikian. Kalau tidak segala ketertiban dan disiplin takkan ada artinya.
Kekuasaan adalah amanat yang harus ditunaikan dengan jujur, adil dan ikhlas, bukan untuk dibangga-banggakan dan disalahgunakan. Penguasa tidak boleh memperturutkan hawa nafsu, melakukan penyimpangan dan menganiaya rakyat,.
Tugas umara adalah menyelenggarakan pemerintahan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Menurut al-Mawardi, kewajiban pemimpin meliputi: Menjaga penerapan agama yang benar; menerapkan hukum dalam setiap permasalahan yang terjadi dengan cara adil; melindungi keamanan negara sehingga rakyat dapat beraktivitas dengan bebas dan tidak dihantui ketakutan; menegakkan hukum pidana sehingga hak-hak warga terlindungi; menjaga perbatasan negara dengan sistem keamanan yang baik sehingga dapat menangkal serangan musuh; jihad untuk memerangi musuh; mengambil pajak dan zakat dari rakyat sesuai dengan ketentuan syariat; mendistribusikan dana baitul mal dengan baik dan tepat pada waktunya; memperkerjakan orang-orang yang amanah dan kapabel dalam bidangnya; memantau langsung perkembangan yang terjadi pada rakyatnya dan tidak hanya memercayakan kepada wakilnya agar dapat memiliki lebih banyak waktu untuk menikmati dunia atau untuk beribadah.

Friday, March 17, 2017

MERAIH TAKWA

Sebagai seorang muslim kita harus yakin akan adanya kampung akhirat, namun untuk memasukinya diperlukan persiapan dan bekal yang cukup, caranya adalah dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Karena hanya dengan ketakwaan kita dapat mendatangi kampung akhirat itu dengan mudah.
Banyak jalan yang dapat ditempuh untuk meraih ketakwaan, tetapi kita harus dapat memilih agar pemikiran, ucapan dan tingkah laku yang ada pada diri kita selalu menuju pada jalan takwa kepada Allah.
Di antara banyak jalan tersebut adalah : 
1. Menghadirkan rasa takut kepada Allah, baik secara sembunyi mau pun terang-terangan.
   Salah satu sifat yang harus dimiliki seorang muslim adalah takut kepada Allah. Sifat ini akan menjaga pemiliknya untuk tidak sembarangan berbuat maksiat. Allah berfirman dalam Qs Yusuf 53 : "Sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan kepada yang jelek, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku". 
2. Mengamalkan hal-hal yang wajib.
    Dalam Qs Al-Baqarah 177 Allah menggambarkan secara rinci dan jelas apa yang menjadi ciri-ciri dari orang beriman dan bertakwa, ayat tersebut berbunyi : "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa".  
    Orang yang memiliki keinginan untuk selalu bertakwa kepada Allah pastinya selalu berkemauan dan berkemampuan untuk melaksanakan amalan-amalan wajib seperti yang dijelaskan dalam ayat tersebut. Hatinya senantiasa tergerak untuk menjadi lebih takwa lagi.
3. Banyak berdoa.
    Berdoa merupakan kebutuhan manusia kepada Sang Pencifta. Orang yang sedang berdoa hakikatnya ia sedang beribadah, sebaliknya orang yang tidak pernah berdoa berarti orang itu tidak beribadah kepada Allah dan orang seperti ini dikategorikan sebagai orang yang sombong karena seolah ia tidak membutuhkan Allah. Dalam Qs Al-Mukmin 60 Allah menegaskan: "Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina". 
Berdoa adalah semacam bentuk pengakuan dari seorang hamba akan ketidakberdayaan dan ketidakmampuannya, sedangkan segala kekuasaan dan kekuatan hanyalah milik Allah, dengan demikian ia akan merasakan ketundukkan dan kepatuhan yang sempurna kepada-Nya.
4. Tidak memakan makanan yang haram dan syubhat.
    Makanan yang halal maupun yang haram tidak hanya berpengaruh pada hati dan perangai seseorang, tetapi berpotensi memperbaiki dan menyimpangkannya. Oleh sebab itu berhati-hatilah terhadap makanan yang masuk ke dalam tubuh kita. Awali setiap makan dan minum dengan membaca basmalah. Qs Al-Baqarah 172 menyebutkan : "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah".