Tuesday, March 28, 2017

SHALAT ISTISQA

Allah menciptakan bumi ini dengan bermacam-macam musim. Di wilayah-wilayah tropis yang terbentang di sekitar garis khatulistiwa hanya terdapat dua musim saja, yaitu musin hujan dan kemarau. Lama masing-masing musim tersebut kurang lebih enam bulan, tapi kadang-kadang musim tidak menentu, adakalanya musin hujan datang lebih lama atau sebaliknya. Jika terjadi musin kemarau dengan jangka waktu sangat lama maka keadaan di bumi menjadi kekurangan air. Semua sumber-sumber air seperti mata air, sumur, bahkan sungai menjadi kering. Kelanjutan dari itu, kebun dan sawah tidak bisa ditanami, binatang banyak yang mati karena kehausan. Air pun menjadi barang yang langka. Jika sudah begitu terasa betapa pentingnya fungsi dan peranan air bagi kehidupan makhluk di dunia ini.
Sesuai dengan sifat manusia yang serba terbatas dan banyak kekurangan, tentunya tidak memiliki daya dan kekuatan untuk membuat hujan yang cukup selain dengan memohon pertongan kepada-Nya.
Cara memohon kepada Allah supaya diturunkan hujan itu ada tiga cara :
1. Dengan mengerjakan shalat istisqa
    Shalat istisqa dilaksanakan di tempat terbuka, pada umumnya di lapangan sebagaimana shalat ied. Banyaknya rakaat adalah 2 rakaat, dikerjakan secara bersama-sama atau berjamaah. Dalam shalat istisqa tidak dilakukan adzan dan iqamah.
    Setelah membaca surat Al-Fatihah, pada rakaat pertama membaca surat Al-A'la dan pada rakaat kedua membaca surat Al-Ghaasyiyah. Bacaannya dikeraskan.
    Setelah selesai mengerjakan shalat, dilanjutkan dengan khutbah yang isinya antara lain menerangkan pujian, kebesaran Allah, nasihat, memohon ampunan (istighfar) dan membaca doa istisqa. Rasulullah banyak mencontohkan doa istisqa, diantaranya adalah:
    "Semua puji bagi Allah, yang memelihara sekalian alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang empunyai hari pembalasan. Tidak ada lagi Tuhan melainkan Allah. Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. Ya Allah, Engkaulah Tuhan, tidak ada lagi Tuhan melainkan engkau. Engkau Maha Kaya, sedangkan kami fakir. Turunkanlah hujan kepada kami, dan jadikanlah apa yang Engkau turunkan itu kekuatan dan bekal kami bagi kami satu masa yang panjang." (HR Abu Daud)
2. Pada shalat Jum'at
    Jika meminta hujan dilakukan pada saat shalat Jum'at, tidak perlu dilakukan shalat khusus istisqa, tetapi dilakukan dengan berdoa ketika khutbah. Doanya adalah:
    "Ya Allah turunkanlah hujan, ya Allah turunkanlah hujan, ya Allah turunkanlah hujan." (HR Bukhari-Muslim)
3. Tidak pada keduanya
    Meminta hujan tidak dengan mengadakan shalat khusus istisqa dan tidak pula pada shalat Jum'at, tetapi meminta hujan dengan cara berdoa sambil berdiri di atas mimbar atau duduk di masjid. Bacaan doanya adalah:
   "Ya Allah Tuhan kami, berilah kami hujan yang menghilangkan kesulitan, yang baik lagi menyuburkan, meratakan lagi banyak, dengan cepat tidak terlambat." (HR Ibnu Majah)

Monday, March 27, 2017

I'TIKAF

Secara bahasa i'tikaf memiliki arti berdiam diri di masjid dan beribadah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.  Di dalam Al-Quran, perintah tentang i'tikaf terdapat pada Qs Al-Baqarah 187 : "Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu berit'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya bertakwa".
Hukum i'tikaf ada tiga :
1. Wajib, yaitu i'tikaf bagi orang yang bernazar.
2. Sunnah mu'akkadah, yaitu i'tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan dengan alasan Rasulullah selalu melakukannya sampai beliau wafat, kemudian dilanjutkan oleh istrinya, sebagaimana Hadis yang diriwayatkan dari Aisyah ra : "Nabi Saw selalu beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah Azza wa Jalla mewafatkannya, kemudian istri-istrinya beri'tikaf setelah beliau wafat." (Hr Bukhari; Muslim).
3. Mustahab (dianjurkan), yaitu i'tikaf yang dapat dilaksanakan kapan saja selain sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan dengan syarat dia bukan orang yang bernazar.

Orang yang beri'tikaf wajib melaksanakan rukun i'tikaf yaitu berdiam di masjid dan tidak keluar kecuali ada kebutuhan (hajat) atau dalam keadaan darurat. Selain itu ia tidak boleh keluar kecuali karena ada alasan yang jelas dan ada kebutuhan mendesak. Sebagaimana hadis Rasul yang diriwayatkan dari Aisyah ra : "Adapun sunnah bagi orang yang beri'tikaf itu tidak menjenguk orang sakit, tidak mengiringi jenazah, tidak menyentuh dan menggauli wanita, dan tidak keluar (masjid) kecuali karena ada keperluan yang mendesak." (Hr Abu Dawud).
Adapun hal-hal yang membatalkan i'tikaf adalah : Keluar tanpa alasan syariat seperti keluar untuk jual beli yang bukan kebutuhan primer atau bukan merupakan kebutuhan alamiah manusia (buang air besar dan kecil) atau bukan kebutuhan darurat seperti robohnya masjid; berjimak antara suami istri dan hal-hal yang mendorong ke arah itu; orang yang murtad; orang yang mabuk; perempuan yang haid dan nifas karena keduanya termasuk junub.
Waktu pelaksanaan i'tikaf adalah pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Waktu awal dimulainya i'tikaf adalah setelah shalat fajar, sebagaimana hadis Rasul yang diriwayatkan dari Aisyah ra : "Adalah nabi Saw apabila ia hendak beri'tikaf beliau shalat fajar kemudian beliau masuk ke tempat i'tikafnya." (Muttafaq 'Alaih). Sebagian ulama berpendapat bahwa i'tikaf juga dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu, jika ingin beri'tikaf dimalam hari maka waktu dimulainya adalah pada saat matahari terbenam.
Bekerja adalah salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, oleh karena itu diperbolehkan bagi seseorang yang beri'tikaf untuk keluar bekerja pada siang harinya, dan ia keluar hanya semata-mata untuk bekerja, tidak melakukan perbuatan lain seperti tidur sebentar di rumah atau melakukan kegiatan yang bukan menjadi kebutuhan pokok maka i'tikaf yang dilakukannya tidak batal dan ia dapat melanjutkan i'tikafnya tanpa dengan niat baru. Dan jika seseorang keluar untuk bekerja lalu diselingi dengan perbuatan-perbuatan yang bukan termasuk kebutuhan pokok maka i'tikafnya telah batal dan ia harus memulai dengan niat baru ketika hendak beri'tikaf lagi.


Sunday, March 26, 2017

PADANG ARAFAH

Jika menyebut nama padang Arafah maka yang teringat pertama kali adalah ritual wukuf pada musim haji, tetapi jika merunut tahapan sejarah ternyata tidak hanya sebatas itu, ada banyak peristiwa yang terjadi di tempat itu, bahkan peristiwa yang belum terjadi namun Allah telah memberi kepastian tentang peristiwa tersebut akan terjadi di tempat itu.
Padang Arafah adalah sebuah tempat yang memiliki ritus sejarah terpanjang, penuh dengan berbagai kejadian yang menimbulkan romantisme sejarah yang agung, bahkan sejak zaman Nabi Adam keagungan sejarah itu telah dimulai.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda : "Al Hajju 'arafahu" yang artinya "Haji itu di Arafah", Ritualnya sendiri bernama wukuf, memiliki waktu yang terbatas dan khusus, tidak sembarang orang dapat melakukannya, karena ketentuannya sudah jelas, kapan harus berada di sana dan kapan harus segera meninggalkannya. Dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah sehari sebelum perayaan Idul Adha, waktunya adalah ketika matahari bergeser dari puncaknya yaitu selepas waktu dhuhur dan berakhir ketika matahari tenggelam, jelang maghrib.
Ritual wukuf ini seolah penggambaran masa-masa yang telah lalu dan masa yang akan datang, dimana rangkaian kejadian itu telah dan akan terjadi di tempat itu, dan berada di tempat itu telah mengingatkan pada keinginan untuk mengenang rangkaian kejadian-kejadian yang sudah pasti tersebut.

1. Mengenang Pengakuan Adam
   Di padang yang luas dan sunyi, ketika siang mulai menepi, semua makhluk saling mengingatkan akan kelemahannya masing-masing. Mengenang Nabi Adam, cikal bakal manusia di bumi ini, setelah diusir dari surga, ia melafadzkan seratus kali pengakuan berupa doa : "Rabbana dholamna anfusana wa illam taghfirlana wa tarhamna lalakunanna minal khasirin: Ya Tuhanku, aku telah mendzalami diriku sendiri, dan bila Engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepadaku, sungguh aku akan tergolong orang-orang yang merugi".
   Berjuta pasang mata memandangi langit, mengucurkan air mata, menyadari diri, menyadari akan penciftaan : "Rabbana maa khalaqta hadza batila, subhanaka fakina adzaban naar: Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau menciftakan aku dan semuanya ini tidaklah dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka ya Allah, jauhkanlah aku dari siksa adzab nan panas".

2. Mengenang perenungan Ibrahim.
    Setelah turun wahyu kepada Nabi Ibrahim untuk mengurbankan Ismail putranya, Ibrahim tidak langsung memberitahukan kepada Ismail. Berwukuf di Arafah inilah saatnya mengenang kembali saat-saat perenungan Nabi Ibrahim menerima ujian dari Allah yang begitu berat dan luar biasa. Nabi Ibrahim menimbang-nimbang, bertanya dalam hati, bermunajat dan kemudian memantapkan diri. Tanggal 9 Dzulhijjah sehari sebelum berangkat melaksanakan perintah Allah tersebut, kini diperingati, dikenang sekaligus dinapak-tilasi perenungan dan pemantapan tauhidnya.

3. Mengenang turunnya wahyu terakhir.
   Di Jabal Rahmah, di tengah padang Arafah adalah tempat pertemuan kembali Nabi Adam dan Siti hawa setelah turun ke bumi. Di tempat ini pula wahyu terakhir dari Al-Quran diturunkan pada Nabi Muhammad.
    Ketika itu Rasulullah sedang menunaikan haji terakhir yang dikenal dengan sebutan haji wada'. Pada kesempatan itu Rasulullah mengumumkan kesempurnaan agama Islam melalui Al-Quran yang telah lengkap dan sempurna isinya dan manusia diwajibkan berpegang teguh padanya. Wahyu tersebut adalah Qs Al-Maidah 3 :  "... pada hari (Arafah) ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah kuridhai Islam menjadi agamamu..". 
    Oleh karena itu pada saat wukuf di Arafah dengan waktu selepas dhuhur dan dimulai dengan mendengarkan khutbah wukuf adalah meneladani apa yang dilakukan Nabi Muhammad dan pengkutnya yang berhaji wada' pada ke-10 Hijriyah.

4. Mengenang Mahsyar.
    Yang juga ingin dikenang di Arafah adalah peringatan terhadap awal dan akhir kehidupan. Dua kutub yang sangat berbeda dan umat Islam diingatkan akan penyatuan dua kutub yang berbeda ini berulang kali dalam Al-Quran, kutub dunia dan kutub akhirat, kutub jasmani dan kutub ruhani, kutub material dan kutup spiritual, kutub fisika dan kutub metafisika. Perayaan akbar di padang Arafah ini adalah menapak-tilasi awal kehidupan dan gladi resik untuk akhir kehidupan.
    Napak tilas pertemuan Adam dan Hawa, awal persemaian umat manusia di bumi ini. Pertemuan Adam dan Hawa adalah awal dari kutub dunia, kutub jasmani, kutub material, kutub fisika. Dan pada dimensi lain mengajak manusia untuk merasakan sebuah gladi resik dari kehidupan setelah kematian. Dalam putihnya ihram yang seragam, jutaan manusia yang berwukuf merasakan manusia yang berbangkit kembali setelah mati. Merasakan padang Mahsyar yang panas di akhirat nanti. Inilah gladi resik dari saat-saat terakhir hidup keduniaan tetapi awal dari kehidupan keakhiratan. Pertemuan seluruh manusia di padang mahsyar nanti adalah awal dari kutub akhirat, kutub ruhaniah, kutub spiritual, kutub metafisika. 
   Awal dari kehidupan keakhiratan yang dimulai dengan perjumpaan akbar di padang Mahsyar dengan ditandai dekatnya matahari hingga sejengkal dari ubun-ubun manusia sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad, dan saat wukuf di arafah yang nyata dan panas, umat manusia yang tengah berhaji diberi kesempatan mencicipi barang sedikit keadaan ketika Allah mendekatkan matahari sejengkal dari ubun-ubun tersebut.

Dalam wukuf itu umat manusia melafadzkan pujian akan keagungan Allah Swt, disertai doa permohonan ampun. Saat mengingat awal kehidupan, umat manusia memuji Sang Pencifta dan saat mengingat akhir kehidupan umat manusia memohon ampunan atas segala dosa yang telah diperbuat.

Saturday, March 25, 2017

QADLA DAN FIDYAH

Ada beberapa golongan yang mendapat rukhsah (keringanan) untuk tidak melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, tetapi dibebankan kepada mereka untuk mengganti puasa yang mereka tinggalkan, baik itu menggantinya dengan puasa lagi (qadla) maupun menggantinya dengan memberi makan seorang miskin (fidyah). Allah menjelaskannya dalam Qs Al-Baqarah 184 : "(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui".

Dari uraian ayat di terangkan mengenai qadla dan fidyah, yaitu :
1. Tentang qadla.
    Orang yang sakit dan orang yang dalam perjalanan boleh untuk tidak melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan tetapi orang tersebut wajib mengganti (qadla) pada hari lain. Adapun yang dimaksud hari lain adalah hari di luar bulan Ramadhan. Termasuk ke dalam golongan ini adalah perempuan yang sedang haid dan tidak berpuasa Ramadhan, maka wajib mengganti puasa (qadla) di luar bulan Ramadhan sebagaimana hadis Rasul yang diriwayatkan Aisyah ra : "Kami kadang-kadang mengalami itu (haid), maka kami diperintahkan untuk mengganti puasa dan tidak diperintahkan untuk mengganti shalat." (Muslim).
   Tidak ada batas akhir waktu kapan harus mengganti puasa, namun sebaiknya dilakukan sebelum Ramadhan berikutnya, tetapi jika tidak bisa melakukannya karena ada hal yang membuatnya terhalang, maka tetap harus diganti pada Ramadhan berikutnya, atau karena lalai, untuk orang yang lalai tersebut agar beristighfar, memohon ampun dan bertaubat untuk tidak mengulangi kelalaiannya dan tetap wajib membayar puasanya.

2. Tentang fidyah.
    Orang yang merasa berat untuk berpuasa maka ia wajib mengganti dengan membayar fidyah dan tidak perlu mengganti dengan puasa lagi (qadla). Yang termasuk golongan ini adalah orang yang sudah tua. Juga termasuk di dalamnya perempuan yang hamil dan perempuan yang sedang dalam masa menyusui, sebagaimana hadis Rasul : "Sesungguhnya Allah  Azza wa jalla telah membebaskan puasa dan separuh shalat bagi orang yang bepergian serta membebaskan puasa dari perempuan yang hamil dan menyusui." (an-Nasa'i).

Friday, March 24, 2017

MAHRAM

Sebagian besar orang mengatakan muhrim, tapi berdasarkan bahasa arab, muhrim artinya orang yang sedang berihram dalam hal ini kaitannya dengan peribadahan di Baitullah, sedangkan mahram adalah seorang perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan, sehingga tidak boleh menikah  di antara keduanya. 
Allah berfirman dalam Qs An-Nisa 23 : " Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudaramu sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istri kamu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Berdasarkan ayat tersebut dapat diketahui bahwa hubungan mahram dapat terjadi karena tiga sebab :
1. Mahram sebab Keturunan.
    Orang-orang yang termasuk mahram sebab keturunan, dalam artian tidak boleh dinikahi sebab keturunan ada tujuh golongan, yaitu : Ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara ayahmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan.

2. Mahram sebab Susuan.
    Al-Quran menyebutkan secara khusus dua bagian mahram sebab susuan, yaitu : Ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara-saudara perempuan sepersusuan.

3. Mahram sebab Perkawinan.
    Mahram sebab perkawinan ada enam golongan, yaitu : Ibu-ibu istrimu (mertua); istri-istri anak kandungmu (menantu); dan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri (anak tiri), kecuali jika istri tersebut belum dicampuri dan lalu diceraikan maka dibolehkan menikahi anak tiri tersebut; wanita-wanita yang telah dikawini ayahmu (ibu tiri); menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan bersaudara.

Mahram disebabkan keturnan dan sesusuan bersifat abadi, begitu pula mahram disebabkan pernikahan. Kecuali menghimpun dua perempuan bersaudara, dalam hal ini dilarang menghimpun dua perempuan bersaudara dalam satu pernikahan dalam keadaan sama-sama masih hidup, tetapi dibolehkan apabila seseorang menikahi seorang perempuan kemudian perempuan tersebut meninggal lalu ia menikahi saudara perempuan yang sudah meninggal tersebut.


Thursday, March 23, 2017

MENUJU BAITULLAH

PERSIAPAN
Ibadah haji merupakan ibadah yang di dalamnya terhimpun berbagai kondisi, yaitu kematangan jiwa, ketahanan fisik dan kemampuan harta. Kondisi yang pertama yaitu kematangan jiwa dimaksudkan sebagai kesiapan ruhiyah dalam memenuhi panggilan Allah dan kesiapan mental untuk menjadi manusia haji, bukan semata-mata telah berhaji. Kondisi kedua yaitu ketahanan fisik diperlukan dalam rangka mendukung terlaksananya seluruh prosesi haji dengan baik. Sebab, sejak dari berangkat sampai kembali dari mekah, para hujjaj (orang yang melaksanakan haji) dituntut memiliki ketahanan fisik yang prima. Kondisi ketiga yaitu kemampuan harta dimaksudkan sebagai kemampuan finasial yang harus dimiliki oleh setiap hamba yang ingin berziarah ke Baitullah, selain itu bukan hanya disyaratkan ada harta, melainkan memperolehnya pun harus dengan cara yang halal.

PERJALANAN SPIRITUAL
Berziarah ke Baitullah bukan sekedar perjalanan dari tanah air menuju kabah dan Arafah, melainkan lebih merupakan perjalaan spiritual dari keindividuan menuju keumatan. Pada tahapan ini seorang muslim haruslah memiliki bekal pemahaman tentang ibadah yang akan dijalankannya.
Pada dasarnya ibadah diperuntukkan untuk setiap tempat dan setiap waktu. Namun ada beberapa ibadah yang oleh syariat telah ditetapkan waktu atau pun tempat pelaksanaanya. Secara syar'i haji adalah melakukan ziarah ke tempat yang khusus pada waktu yang khusus dan di tempat yang khusus pula, selain itu hanya dilakukan dalam bulan-bulan tertentu (Syawal, Dzulqaidah, 10 hari awal bulan Dzulhijjah).
Haji dipandang sah bila pelaksanaannya di Baitullah dan Arafah mengikuti tradisi yang diwahyukan kepada nabi Ibrahim as. Dengan alasan apapun ketentuan syariat ini tidak dapat diubah, baik dengan alasan keamanan, efektivitas waktu maupun hal lainnya. Oleh sebab itu ketika seorang muslim keluar dari rumahnya menempuh perjalanan berziarah ke Baitullah, meninggalkan segenap kepentingannya yang kesemuanya merupakan kesenangan jiwa manusia, ia melakukannya hanya demi mewujudkan harapannya mendapat rahmat dan ridha-Nya, bukan karena sesuatu yang lain.

BERBEKAL HARTA DAN TAKWA
Rasul bersabda : "Orang Yaman berhaji tanpa membawa bekal, mereka menyatakan diri sebagai orang-orang yang bertawakkal, sesampainya di Mekah mereka meminta pada manusia, kemudian Allah menurunkan ayat 'berbekallah kamu sekalian dan sebaik-baiknya bekal adalah takwa'." (Hr Bukhari).
Setiap jamaah haji harus mempersiapkan bekal berupa harta dan ketakwaan. Harta merupakan bekal yang bersifat materi, harta adalah sebagai penunjang yang akan memudahkan para hujjaj selama perjalanan ibadah haji berlangsung. Adapun ketakwaan merupakan bekal mental dan spiritual. Bekal materi akan menghindarkan diri dari menggantungkan harapan pada orang lain, sedang bekal takwa dimaksudkan menjadikan hujjah berbuah haji mabrur.
Takwa adalah kekuatan ruhiyah, spiritual dan mentalitas, hal ini sangat diperlukan karena ritual haji sangat membutuhkan kesabaran, keuletan, ketekunan dan kebersihan jiwa. Disaat melakukan thawaf seorang hujjaj harus siap dan rela berdesak-desakan dengan sesama hamba Allah lainnya. Tidak boleh ada perasaan angkuh, tinggi hati dan amarah. Ketika ber-sa'i harus ditunaikan secara jujur dan sempurna sesuai tuntunan Rasulullah, tidak boleh ada perasaan ingin dihormati dan dibedakan yang membuat timbulnya perasaan tidak ingin bersama atau disamakan dengan orang bersa'i pada umumnya. Sepanjang prosesi haji, para hujajj tidak boleh dusta, ghibah dan namimah (mengadu domba) pun beramarah.
Melepaskan baju dan menggantinya dengan kain ihram sebagai tanda kesamaan sekaligus penajaman visi. Kain ihram yang mirif dengan kain kapan adalah sebagai penanda dekatnya kematian dan perpisahan dengan dunia. Penajaman visi tentang kehidupan sangat tergambar dalam tampilan orang yang sedang mengenakan kain ihram, tiada harta selain beberapa helai kain, tiada pula status yang membuatnya harus diprioritaskan.
Memotong rambut adalah pertanda kekhusukan, menghinakan diri di hadapan Allah. Menjauhi wangi-wangian pertanda pengendalian terhadap keinginan jiwa dan nafsu, sebab wewangian adalah pelezat nafsu, maka menjauhinya dalam rangka mentaati Allah akan menghantarkan pada kedekatan dengan Allah. Pakaian indah, tampilan rambut dan wewangian, semuanya adalah hiasan nafsu. Tiga hal ini harus dijauhi saat prosesi haji, agar para hujjaj benar-benar insaf akan posisinya sebagai manusia. Di hadapan-Nya, manusia sangat hina, fakir dan lemah walau ia kaya raya dan terhormat, bahkan seorang Raja sekalipun. Hendaklah ia bergantung hanya kepada-Nya yang Maha Mulia, Maha Kaya dan Maha Perkasa. Setelah menyadari akan serba kekurangan dirinya, maka berlanjut pada pengagungan terhadap Rabnya.

TALBIYAH
Ungkapan talbiyah merupakan jawaban hamba terhadap seruan (panggilan) Yang Maha Perkasa (Al-Hajj 27) sekaligus membawa pesan Illahi akan kepatuhan hamba pada Rabnya. Para hujjaj hendaknya tidak hanya sekedar menghafal lafadz-lafadz talbiyah tersebut, melainkan harus memahami dan melaksanakan pesan-pesan yang dibawanya. Ibadah haji merupakan penutup rukun Islam, karenanya dalam ibadah haji terhimpun inti dari rukun-rukun Islam yang lain. Dalam ungkapam talbiyah terkandung seluruh bagian-bagian tauhid : "Labbaik Allahummalabbaik labbaika la syariika laka labbaika innalhamda wal ni'mata laka wal mulka lasyariika laka".
Kalimat 'al nimata laka' merupakan pengakuan atas tauhid rububiyah, sedangkan tauhid mulkiyah ada pada kata 'wa al mulk' dan tauhid uluhiyah terdapat pada kata 'La syarika laka". Ketiga unsur tauhid tersebut merupakan inti dari dua kalimah syahadah. Rukun Islam lainnya seperti shalat tergambar dalam shalat dua raka'at sebelum thawaf, sedangkan puasa dilaksanakan para hujjaj sebanyak tiga hari selama proses ibadah haji dan tujuh hari lainnya setelah kembali ke tanah air. Demikian pula dengan zakat dan shadakah tampak pada biaya yang harus dikeluarkan para hujjaj dalam kaitannya dengan perjalanan selama menunaikan ibadah haji.

THAWAF
Thawaf merupakan amalan yang paling pertama dilakukan para hujjaj sesampainya di mekah (thawaf qudum). Seolah-olah merupakan tahiyyatul haram sebagaimana penghormatan pada masjid dengan tahiyyatul Masjid. Ketika para hujjaj telah sampai di hadapan kabah, di tempat itulah ia melakukan thawaf, tidak ada tempat di belahan bumi manapun yang disyariatkan untuk thawaf melainkan di pusaran kabah.
Thawaf adalah simbol dari pengagungan, bukan kepada kabah tetapi pada Zat pemiliknya. Pengagungan kepada Allah dari segala arah, segala waktu dan keadaan. Orang yang sedang bethawaf sejatinya sedang membina kedekatannya dengan Allah Swt.
Siapa yang selalu dekat dengan Allah tentu ia akan mengingat Allah dalam setiap keadaan. Orang yang hatinya selalu tertuju pada Allah, tentu malu dan takut jika berada dalam murka Allah. Kedekatan menghasilkan kecintaan, kecintaan menghasilkan ketundukkan, ketundukkan melahirkan pemujaan atau penyembahan. Hujjaj yang mabrur adalah mereka yang telah jatuh cinta pada Allah sampai pada titik penghambaan sebagai bukti dari rasa cintanya.

HAJAR ASWAD
Di saat melakukan thawaf disunahkan untuk mencium hajar aswad, jika sulit menjangkaunya cukup melambaikan tangan kanan dari kejauhan. Seperti halnya thawaf di pusaran Kabah, tidak ada satu jenis batu atau benda yang oleh syariat diharuskan untuk dicium melainkan hajar aswad. Ini memberi isyarat bahwa manusia dalam beagama harus tunduk pada syariat yang qath'i (tertentu). Sebagaimana ungkapan mashyur yang diucapkan Umar bin Khatab, seorang sahabat Nabi Saw yang terkenal dengan ketegasan namun berhati lembut, kepada batu tersebut : "Sungguh aku mengetahui bahwa kamu benar-benar hanyalah sebuah batu yang tidak memberikan mudharat dan juga tidak memberikan manfaat. Seandainya aku tidak melihat kekasihku Nabi mencium kamu, maka aku tidak mau mencium kamu."
Dengan demikian para hujjaj harus mampu menangkap pesan syariat thawaf, mencium hajar aswad melalui perkataan umar tersebut. Beribadah haji bukan terletak pada Kabahnya melainkan terletak pada pemenuhan terhadap panggilan Allah Zat Pemilik Kabah.

HARI ARAFAH
Rasul bersabda : "Haji itu Arafah, siapa yang sampai di Muzdalifah sebelum subuh maka hajinya sempurna". (Nasa'i)
Ungkapan nabi ini memberi isyarat tentang keagungan wukuf di Arafah, sehingga dianggap tidak sah haji yang tidak menuntaskannya di Arafah, sebagaimana shalat tidak syah tanpa membaca Al-Fatihah dan tidak berharga sebuah amal tanpa niat.
Di sebuah tempat di padang Arafah yang bernama Namirah dan juga seluruh seluruh wilayah Arafah, disampaikann khutbah Arafah menjelang pelaksanaan shalat dzuhur dan Ashar secara jamak. Di dalam khutbah tersebut disampaikan keadaan umat Islam. Kemudian ditindak lanjuti lagi pada saat bermalam di Mina selama hari tasyrik. Karena seluruh jamaah haji berkumpul di tempat ini (Arafah), sesungguhnya ini adalah momen yang tepat bagi para hujjaj untuk saling membicarakan dan memberi solusi terhadap persoalan yang dihadapi kaum muslimin. Khutbah Arafah memunculkan gagasan-gagasan baru seputar dunia Islam, sedang di Mina persoalah keumatan dibicarakan dengan lebih dalam dan rinci lagi. Inilah pesan haji yang termat agung, datang demi memenuhi panggilan-Nya dan pulang dengan membawa agenda perbaikan umat.


Wednesday, March 22, 2017

GENERASI MUTTAQIN

Muttaqin artinya orang yang bertakwa. Manusia yang memiliki derajat muttaqin adalah manusia yang beruntung, ia tidak akan dengan mudah terlena pada godaan dunia, karena dalam hatinya selalu yakin kepada balasan di sisi Allah Swt jauh lebih mulia daripada tipuan dunia tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam Qs Ali Imran 14-15 : "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa yang diingini, yaitu ;  perempuan-perempuan, anak-anank, harta benda yang banyak dari jenis emas, perak; kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah : "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridhaan Allah, dan Allah Maha melihat akan hamba-hamabanya."

Orang yang bertakwa, karena ketakwaannya akan selalu merasa memiliki tanggung jawab yang besar untuk menyiapkan generasi muttaqin berikutnya untuk menggantikan fungsi kekhalifahan sebagai wakil Allah di muka bumi ini. Mereka akan selalu merasa khawatir dikemudian hari akan meninggalkan generasi yang lemah sehingga tidak berguna untuk kehidupan dunia dan akhirat, sebagaimana dijelaskan dalam Qs Ann-Nisaa' 9 : "Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatirkan (kesejahteraan) nya. Oleh karena itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar."

Ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam mendidik generasi muttaqin ini, yaitu :
1. Menanamkan karakter tauhid. Karakter ini secara pasti akan membuat manusia mengakui keesaan Allah dengan sungguh-sungguh, lalu merendahkan diri dan menundukkan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya, hal ini kan menjadi bekal untuk selalu taat dan gemar beribadah kepada-Nya di masa depan.
2. Menanamkan untuk selalu mengerjakan amalan-amalan utama seperti mendirikan shalat dimana pun ia berada, menghidupkan jiwa amar ma'ruf nahi mungkar (menyeru kepada kebaikan, mencegah kepada yang mungkar) dan senantiasa memiliki kesabaran yang terus-menerus terhadap cobaan yang menimpa.
3. Menanamkan untuk selalu memiliki sifat akhlaqul karimah. Sifat-sifat baik harus sudah ditanamkan sejak dini, terutama ketika manusia telah tiba pada usia numayiz yaitu usia dimana seorang manusia mulai bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Dan kepada mereka sebaiknya diberi contoh langsung oleh para pendidik sendiri.

Tuesday, March 21, 2017

MAKANAN ROHANI

Manusia diciftakan Allah terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Keduanya memerlukan makanan. Unsur jasmani memerlukan makanan berupa materi, sedangkan unsur rohani memerlukan makanan berupa iman, yaitu sebuah kepercayaan terhadap Tuhan dengan seperangkat iman (arkanul iman). Kedua unsur itu harus seimbang. Mengutamakan salah satu saja akan melahirkan ketakseimbangan dalam tata bersikap maupun tata berpikir.  
Makanan rohani yang dalam hal ini adalah iman haruslah terasa nikmat, agar rohani terus menerus ingin memakannya hingga sehatlah rohani tersebut dan jika rohani sehat maka akan timbul ketentraman, keadaan rohani yang demikian akan berpengaruh pada sehatnya jasmani.
Ada tiga makanan rohani yang berasa nikmat jika memakannya, yaitu :
1. Ridla Allah sebagai Rab.
    Rab artinya pencifta dan pengatur, sering diartikan sebagai Tuhan. Jadi Rab berarti Tuhan dipercayai sebagai pencifta dan pengatur alam semesta beserta seisinya, dan Tuhan satu-satunya. Mempercayai Allah sebagai satu-satunya Rab akan melahirkan perasaan tentram dalam hati, sehingga tidak merasa takut atau gelisah menghadapi beratnya ujian dan cobaan.
2. Ridla Islam sebagai Dien.
    Dien artinya merendah dan taat kepada Allah, Dien juga berarti agama. Agama Islam dijadikan sebagai pedoman untuk merendah diri dan taat kepada Allah, karena agama Islam itu adalah peraturan-peraturan atau hukum-hukum Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dengan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup maka tidak perlu lagi mencari-cari pedoman yang lain, karena kalau masih mencari-cari pasti tidak memuaskan, karena pencarian itu tidak akan pernah maksimal. Berbeda dengan Islam yang sudah sempurna, maka tinggal menerapkan saja ke dalam semua sektor kehidupan. Hati pun akan menjadi tenang.
3. Ridla Muhammad sebagai Nabi dan Rasul.
    Ada perbedaan arti antara Nabi dan Rasul. Nabi adalah orang yang diberi wahyu untuk dirinya sendiri, sedang Rasul adalah orang yang diberi wahyu untuk disampaikan kepada umat, agar wahyu tersebut dijadikan pedoman hidup. Muhammad disebut Nabi karena memang beliau mendapat wahyu dan ada beberap wahyunya itu hanya khusus untuk beliau sendiri, semisah menikah lebih dari 4 orang. Selain sebagai Nabi, Muhammad juga adalah Rasul, hal itu dikarenakan beliau mendapat wahyu untuk disampaikan kepada umat untuk dijadikan pedoman hidup. 
Muhammad, baik sebagai Nabi maupun sebagai Rasul adalah teladan yang paling bagus (Uswah hasanah). Di dalam kehidupanan ini manusia sangat labil oleh sebab itu diperlukan teladan dalam hal ini Nabi Muhammad sebagai teladan agar kelabilan itu dapat terkendali. Karena hati merasa ridla menerima Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, itu berarti siap melaksanakan sunnahnya.

Selain tiga di atas ada tiga hal lagi yang dapat menjamin manusia akan merasakan nikmatnya makanan rohani (iman), sebagaimana dijelaskan Rasulullah dalam hadis : "Ada tiga hal yang jika tiga itu ada pada diri seseorang, maka orang tersebut dijamin pasti akan merasakan nikmatnya iman, yaitu barangsiapa yang tidak ada sesuatu paling dicintai selain Allah, dan barang siapa yang siap dibakar dengan api demi cintanya pada agamanya (Islam) daripada dia harus murtad, dan barang siapa yang mencintai (sesuatu atau seseorang) dan juga membencinya hanya karena Allah". 

Monday, March 20, 2017

AKHLAK MASYARAKAT JAHILIYAH

Kebaikan yang berupa akhlak mulia merupakan landasan dan modal utama dalam menata kehidupan umat manusia. Akhlak mulia sangat mudah dikatakan namun tidak mudah dipilih untuk dilakukan, berakhlak mulia itu sungguh berat karena harus mau berbuat sesuatu untuk kesenangan orang lain, diperlukan pengorbanan lahir dan batin demi hal tersebut. Hanya orang yang sadar akan balasan Allah yang mau berkorban untuk sesama.
Masyarakat jahiliyah di zaman Rasulullah adalah masyarakat yang luar biasa buruk akhlaknya, oleh sebab itu Nabi muhammad diutus ke tengah mereka yaitu untuk meluruskan sekaligus menata akidah dan akhlak mereka. Masyarakat jahiliyah bukannya tidak bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk, mereka tahu bahwa berbuat curang itu jelek dan jujur itu baik, kejam itu jelek dan sabar itu baik. Kendati akal dan perasaan dapat memilah mana yang baik dan mana yang buruk tapi kekuatan nafsu telah membawa mereka berbuat sesuatu yang menguntungkan diri sendiri walaupun merugikan orang lain. 
Untuk meningkatkan kesejahteraan dan kekayaan, masyarakat jahiliyah bertransaksi dagang dengan melakukan kecurangan timbangan. Begitu merebaknya kecurangan ini hingga Allah memperingatkan agar kegitan semacam ini dihentikan (Qs Al-Muthaffifin 1-6). Sebernarnya mereka mengerti bahwa kecurangan itu tidak baik karena merugikan pihak lain. Tapi karena berbuat curang itu diyakini sebagai jalan pintas meningkatkan penghasilan, mereka terus melakukan itu.
Masyarakat jahiliyah menyadari bahwa saling menolong dan menjaga persaudaraan serta keutuhan masyarakat itu diperlukan karena hidup sendirian tidak mungkin. Masyarakat Arab dikenal dermawan, apalagi kalau mendapat pujian, kedemawanannya semakin bertambah. Hanya kemudian mereka melakukannya sebatas untuk kelompoknya saja, kelompok lain dianggap sebagai musuh. Bila anggota kelompoknya dianiya atau dibunuh, mereka akan melakukan pembalasan yang lebih besar. Kata maaf tidak berlaku diantara mereka, oleh sebab itu permusuhan antar suku berlaku berkepanjangan.
Kemudian ketika Rasulullah berhasil mengibarkan panji-panji Islam di semua tempat, beliau masih harus berhadapan dengan orang-orang munafik. Inti dari kejiwaan orang-orang munafik adalah selalu berbeda antara yang diomongkan dengan yang dipikirkan dan diperbuat. Ketika mereka hendak membangun, sebenarnya mereka hendak merusak, ketika mereka mengajak menjaga keutuhan dan kebersamaan, sebenarnya mereka ingin menciftakan pertikaian. Mereka selalu berkebalikan dalam perbuatan dan kehendak. Rasulullah mengalami kesulitan menghadapi masyarakat yang rusak akhlaknya seperti ini.
Dalam ajaran Islam, berjuang membangun masyarakat dari jahiliyah menuju masyarakat berperadaban harus dilandasi kemulian akhlak. Begitu pentingnya akhlak ini sehingga rasulullah menyatakan dalam hadisnya : "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak".

Sunday, March 19, 2017

BERBUAT BAIK KEPADA ORANGTUA

Berbuat baik kepada orangtua (birrul walidain) termasuk ajaran Islam yang penting dan merupakan amal yang utama dalam pandangan Allah Swt dan Rasul-Nya. Rasulullah Saw pernah ditanya seorang sahabat tentang amal yang paling dicintai Allah, beliau bersabda : "Shalat tepat pada waktunya, berbuat baik kepada orangtua, berjihad di jalan Allah." (HR Bukhari).
Perintah berbuat baik kepada orangtua ditempatkan Allah sesudah menyembah dan beribadah kepada-Nya, hal ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada orangtua harus menjadi perhatian utama setiap muslim. Orang tua adalah orang pertama yang mendidik kita, bahkan ibu telah melakukannya ketika anak manusia masih berada dalam kandungan, oleh sebab itu Islam dengan tegas memerintahkan umatnya untuk selalu berbakti padara orangtua, bahkan bila orangtua berlainan agama.
Berbuat baik pada orangtua harus diwujudkan dalam perkataan, sikap dan perbuatan, sebagaimana termaktub dalam Qs Al-Isra' 23 : "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia. Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai beumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan pada keduanya 'ah'. Dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia".
Ada beberapa cara berbuat baik kepada orangtua, yaitu :
1. Memberikan nafkah. Allah berfirman dalam Qs Al-Baqarah 215 : " Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah ; 'Apa saja harta yang kamu nafkahkah hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan'. Dan apa saja yang kamu buat, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui".
2. Mendoakan dan memohonkan ampunan kepada Allah atas dosa mereka, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Sebagaimana Firman Allah dalam Qs Al-Isra' 24 : "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah ; 'Wahai Tuhanku, kasihinilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
3. Berbuat baik kepada orangtua yang sudah meninggal dapat dilakukan dengan cara menyambung tali silaturrahim terhadap teman-teman baik almarhum. Selain itu adalah melanjutkan tradisi baik keduanya semasa mereka masih hidup, misalnya pergi ke pengajian, senang berinfak dan bersedekah, dan lain sebagainya. Tradisi semacam itu akan menjadi pahala yang tak terputus bagi mereka.

Saturday, March 18, 2017

ULAMA DAN UMARA

Ulama dan umara adalah pasangan pemuka masyarakat yang utama. Ulama dalam bahasa Arab berarti orang yang berpengetahuan, ahli ilmu, orang pandai. Sedang dalam bahasa Indonesia ulama berarti orang yang ahli ilmu agama Islam. Dalam Al-Quran kata ulama sepadan dengan ulul albab yang artinya orang yang arif. Sedangkan umara berarti pemimpin atau penguasa. Dalam Al-Quran kata umara sepadan dengan ulul amri yang artinya orang yang mempunyai pengaruh, kekuasaan, orang yang memangku urusan rakyat, penguasa sebuah pemerintahan.
Para ulama adalah pewaris nabi dan penerus tugas-tugasnya di dunia. Allah berfirman dalam Qs Al-Ahzab 45-47 : "Wahai Nabi, sungguh Kami mengutus engkau sebagai saksi, sebagai pembawa kabar dan pembawa peringatan. Dan sebagai orang yang mengajak kepada Allah dengan izin-Nya, dan sebagai pelita pemberi cahaya. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang beriman, bahwa mereka akan memperoleh karunia yang besar dari Allah". Dalam ayat tersebut diuraikan tugas-tugas nabi di dunia dan para ulama sebagai pewaris nabi tentunya akan meneruskan tugas-tugas tersebut. Para ulama diposisikan sebagai penjaga moralitas umat manusia dalam segala aspek kehidupan, termasuk moralitas para penguasa.
Allah berfirman dalam Qs At-Taubah 122 : "Seharusnya jangan semua kaum mukmin berangkat bersama-sama: Dari setiap golongan sekelompok mereka ada yang tinggal untuk memperdalam ajaran agama dan memberi peringatan kepada golongannya bila sudah kembali, supaya mereka dapat menjaga diri." Ayat tersebut turun sebagai larangan kepada kaum mukmin ikut serta pergi ke medan perang untuk berjihad seluruhnya, tapi harus ada yang menetap dan memperdalam pengetahuan agama untuk memberi peringatan kepada kaumnya bila telah kembali dari medan perang.
Para ulama masa kini (pakar muslim, pemuka agama dan pendakwah) harus segera kembali terjun ke masyarakat untuk menunaikan tugas-tugas lainnya seperti : Membacakan ayat-ayat Allah; menyucikan pikiran dan akhlak manusia;  mengajarkan kitab Allah;  mengajarkan hikmah; mengajarkan pengetahuan.

Ulul amri adalah orang yang memegang kekuasaan atau orang yang bertanggung jawab yang dapat mengambil keputusan dan menangani pelbagai persoalan.
Di dalam Islam tidak ada pemisahan yang tajam antara soal-soal yang sakral dengan yang sekular, maka adanya suatu pemerintahan diharapkan dapat berjalan di atas kebenaran dan dapat bertindak sebagai imam yang shalih, benar dan bersih. Umat harus menghormati dan mematuhi kekuasaan yang demikian. Kalau tidak segala ketertiban dan disiplin takkan ada artinya.
Kekuasaan adalah amanat yang harus ditunaikan dengan jujur, adil dan ikhlas, bukan untuk dibangga-banggakan dan disalahgunakan. Penguasa tidak boleh memperturutkan hawa nafsu, melakukan penyimpangan dan menganiaya rakyat,.
Tugas umara adalah menyelenggarakan pemerintahan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Menurut al-Mawardi, kewajiban pemimpin meliputi: Menjaga penerapan agama yang benar; menerapkan hukum dalam setiap permasalahan yang terjadi dengan cara adil; melindungi keamanan negara sehingga rakyat dapat beraktivitas dengan bebas dan tidak dihantui ketakutan; menegakkan hukum pidana sehingga hak-hak warga terlindungi; menjaga perbatasan negara dengan sistem keamanan yang baik sehingga dapat menangkal serangan musuh; jihad untuk memerangi musuh; mengambil pajak dan zakat dari rakyat sesuai dengan ketentuan syariat; mendistribusikan dana baitul mal dengan baik dan tepat pada waktunya; memperkerjakan orang-orang yang amanah dan kapabel dalam bidangnya; memantau langsung perkembangan yang terjadi pada rakyatnya dan tidak hanya memercayakan kepada wakilnya agar dapat memiliki lebih banyak waktu untuk menikmati dunia atau untuk beribadah.

Friday, March 17, 2017

MERAIH TAKWA

Sebagai seorang muslim kita harus yakin akan adanya kampung akhirat, namun untuk memasukinya diperlukan persiapan dan bekal yang cukup, caranya adalah dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Karena hanya dengan ketakwaan kita dapat mendatangi kampung akhirat itu dengan mudah.
Banyak jalan yang dapat ditempuh untuk meraih ketakwaan, tetapi kita harus dapat memilih agar pemikiran, ucapan dan tingkah laku yang ada pada diri kita selalu menuju pada jalan takwa kepada Allah.
Di antara banyak jalan tersebut adalah : 
1. Menghadirkan rasa takut kepada Allah, baik secara sembunyi mau pun terang-terangan.
   Salah satu sifat yang harus dimiliki seorang muslim adalah takut kepada Allah. Sifat ini akan menjaga pemiliknya untuk tidak sembarangan berbuat maksiat. Allah berfirman dalam Qs Yusuf 53 : "Sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan kepada yang jelek, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku". 
2. Mengamalkan hal-hal yang wajib.
    Dalam Qs Al-Baqarah 177 Allah menggambarkan secara rinci dan jelas apa yang menjadi ciri-ciri dari orang beriman dan bertakwa, ayat tersebut berbunyi : "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa".  
    Orang yang memiliki keinginan untuk selalu bertakwa kepada Allah pastinya selalu berkemauan dan berkemampuan untuk melaksanakan amalan-amalan wajib seperti yang dijelaskan dalam ayat tersebut. Hatinya senantiasa tergerak untuk menjadi lebih takwa lagi.
3. Banyak berdoa.
    Berdoa merupakan kebutuhan manusia kepada Sang Pencifta. Orang yang sedang berdoa hakikatnya ia sedang beribadah, sebaliknya orang yang tidak pernah berdoa berarti orang itu tidak beribadah kepada Allah dan orang seperti ini dikategorikan sebagai orang yang sombong karena seolah ia tidak membutuhkan Allah. Dalam Qs Al-Mukmin 60 Allah menegaskan: "Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina". 
Berdoa adalah semacam bentuk pengakuan dari seorang hamba akan ketidakberdayaan dan ketidakmampuannya, sedangkan segala kekuasaan dan kekuatan hanyalah milik Allah, dengan demikian ia akan merasakan ketundukkan dan kepatuhan yang sempurna kepada-Nya.
4. Tidak memakan makanan yang haram dan syubhat.
    Makanan yang halal maupun yang haram tidak hanya berpengaruh pada hati dan perangai seseorang, tetapi berpotensi memperbaiki dan menyimpangkannya. Oleh sebab itu berhati-hatilah terhadap makanan yang masuk ke dalam tubuh kita. Awali setiap makan dan minum dengan membaca basmalah. Qs Al-Baqarah 172 menyebutkan : "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah". 

Thursday, March 16, 2017

GHULUW (BERLEBIH-LEBIHAN)

Ghuluw memiliki arti berlebih-lebihan. Dalam pandangan syariat ghuluw berarti memiliki sikap atau perbuatan yang berlebih-lebihan di dalam perkara agama sehingga melampaui apa yang telah ditetapkan melalui batasan syariat berupa keyakinan maupun perbuatan.
Seseorang dapat memiliki sikap ghuluw disebabkan kepicikannya dalam memahami agama, sehingga ia gagal memahami isi sebenarnya ajaran Islam melalui Al-Quran dan As-sunnah. Ia cepat merasa puas  dengan sikap taqliq-nya (tunduk pada pendapat orang lain), sehingga ia terjebak ketika memahami dam mengamalkan ajaran Islam itu hanya berdasar pada pendapat seseorang, para ustadz, atau kitab-kitab tertentu tanpa memiliki sikap kritis, ia menelan begitu saja semua pengajaran tersebut tanpa memiliki kemauan mencari kebenarannya melalui rujukan yang sudah pasti yaitu Al-Quran dan As-sunnah. Selain itu diakibatkan pula oleh cara ia memahami agama dengan mengikuti kemauan hawa nafsu dan akal pikiran yang bebas tanpa batas, tanpa disertai sikap jujur dan terbuka untuk merujuk pada metoda yang tepat.
Secara umum ghuluw terbagi menjadi dua macam yaitu :
1. Dalam hal akidah atau keyakinan
    Ghuluw dalam bentuk ini misalnya menganggap Nabi Muhammad Saw hidup di dalam kuburnya sehingga mampu memperkenankan doa bagi orang yang datang berdoa di atas kuburnya. Atau menganggap orang-orang shalih tertentu memiliki derajat kenabian bahkan ketuhanan, sehingga ia mengagung-agungkan orang shalih tersebut melebihi Nabi Muhammad, bahkan Tuhan.
2. Dalam tindakan dan ucapan
    Ghuluw dalam tindakan misalnya ia selalu merasa kurang saat melakukan ibadah sehingga ia menambah-nambah ibadah tersebut dengan mengada-adakannya tanpa merujuk pada ajaran yang sudah ditetapkan Allah, ia berpendapat semakin banyak ibadah yang dilakukan semakin baik, padahal di situ terdapat aturan dan ketentuan yang sudah jelas. Sedangkan ghuluw dalam ucapan misalnya seseorang yang dengan mudah menyatakan kekafiran orang lain tanpa memiliki pijakan alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Sikap ghuluw dapat dihindari jika pada diri seseorang itu ditanamkan sikap ber-Islam dengan sikap ridla lilahi ta'ala, menguatkan keikhlasan, memelihara kejujuran dan kecerdasan ketika memahami dan mengamalkan ajaran Islam, membuka alam pikiran dan jiwanya untuk terus belajar.

Wednesday, March 15, 2017

KEWAJIBAN MENCARI NAFKAH

Setiap manusia diwajibkan untuk dapat menjaga dirinya sendiri dan menjaga orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, menjaga dari gangguan dan juga menjaga dalam memberi nafkah untuk hidupnya berupa makan, minum, pakaian dan sarana-sarana yang dapat mendukung kehidupan lainnya. Kebutuhan akan nafkah dapat dicari dengan cara bekerja yang halal, dengan niat ikhlas, disertai dengan tawakkal (pasrah kepada Allah Swt).
Islam tidak memandang manusia dari tingkat pekerjaannya, yang penting adalah halal. Untuk apa mendapatkan penghasilan yang berlimpah tetapi dicapai dengan cara yang haram, karena orang yang memakan barang haram dapat dipastikan tidak akan masuk surga. Lebih baik bekerja dengan penghasilan yang pas-pasan tetapi lebih barokah dan Allah ridha di dalamnya.
Lalu bagaimanakah caranya bekerja yang baik dan mendapatkan ridha Allah sehingga dalam menjalankan perkerjaannya itu mendapat pula pahala selain upah.
1. Memantapkan niat.
    Setiap berangkat bekerja maka niatkan beribadah untuk mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggung jawab. Dengan niat karena Allah, dalam bekerja pun akan berpahala dan akan mendapat hasil yang barokah.
2. Mencari pekerjaan yang halal dan diridhai Allah.
    Meskipun pekerjaan yang didapat berupa pekerjaan-pekerjan rendahan semcam buruh tani, pedagang kaki lima atau pegawai rendahan dengan gaji yang jauh dari cukup, tetapi itu lebih baik dan lebih terpuji daripada menjadi perampok atau koruptor. Rasulullah bersabda : "Mencari harta yang halal itu wajib bagi setiap orang Islam".
3. Bersyukur kepada Allah atas segala hasil yang diperoleh.
    Berapa pun hasil yang diperoleh dari bekerja, besar maupun kecil hendaklah selalu disyukuri, karena Allah telah berjanji dalam Qs Ibrahim 7 : "Jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya adzabku sangat pedih".
4. Bekerja dengan jujur.
    Kejujuranlah yang dapat membuat seseorang itu sukses dalam hidupnya, karena kejujuran dapat membentuk manusia untuk saling percaya mempercayai dan menimbulkan rasa saling kasih sayang yang kuat di antara mereka, sehingga akan menciftakan suasana yang tentram saat bekerja.

Kemudian di antara waktu-waktu bekerja jangan sampai lalai pada kewajiban agama seperti shalat lima waktu. Ketika adzan berkumandang sebaiknya hentikan dahulu segala aktivitas dan tunaikan kewajiban shalat. Kewajiban seperti shalat akan memberi pengaruh yang baik pada semangat kerja karena ada semacam keyakinan Allah akan memberikan pertolongan.
   

Tuesday, March 14, 2017

KEILMUAN DALAM BERAGAMA

Begitu banyak umat Islam yang tidak meyakini seutuhnya kemurnian agama Allah, dalam hal ini Islam dan mengabaikan syariat-Nya serta semakin lemah konsentrasinya terhadap pelajaran dan nilai-nilai ke-Islaman karena adanya anggapan bahwa agama adalah semu dan tidak menjadi prioritas bagi masa depan mereka. Sungguh seandainya bila mau lebih teliti lagi maka cukuplah Allah dan Rasul-Nya saja yang menjadi sumber segala ilmu bagi segala aktivitas kehidupan ini. 
Al-Quran di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa yang terjadi jauh sebelum manusia diciftakan hingga peristiwa yang akan datang dan terus menerus terbukti kebenarannya dari zaman ke zaman. Al-Quran adalah satu-satunya yang bisa dijadikan sumber hukum yang adil. Demikian pula dengan hadis-hadis yang bersumber dari Rasulullah menjelaskan segala sesuatu yang tidak tercantum secara khusus dalam Al-Quran dan sebagian lainnya menafsirkan ayat-ayat yang terkandung Al-Quran.
Setiap muslim dituntut untuk memiliki ilmu tentang ke-Islamannya agar pantas mendapat gelar mukmin. Meskipun ilmu bukan sesuatu yang mudah dalam mencapainya, karena betapa banyak umat Islam yang terhambat dan terhenti hanya karena menghadapi musibah ekonomi, bencana alam, kriminal, dll. Diperlukan kesabaran untuk terus menuntutnya. 
Dengan adanya ilmu, baik itu ilmu keduniaan pada umumnya dan ilmu agama pada khususnya maka akan terjadi pembuktian dan timbul keyakinan bahwa segala sesuatu tidak terjadi sendirinya, melainkan ada yang Maha Menciftakan dan Maha Mengatur. Dengan keyakinan inilah iman menjadi mantap, jiwa dan pikiran menjadi tunduk, dan amal-amal menjadi tulus dan penuh pengabdian kepada Allah. Barulah seorang muslim akan menyadari bahwa Islam secara keseluruhan adalah benar dan sempurna.
Alangkah buruknya pernyataan ke-Islaman seseorang kalau tidak disertai keimanan yang dilandasi ilmu yang benar sebagaimana yang diharapkan Allah dan rasulnya, mereka ini termasuk orang yang merugi di akhirat kelak. Allah berfirman dalam Qs An-Nissa 59 : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa lunturnya keimanan bermula karena umat Islam tidak taat pada aturan Islam dan lebih mementingkan urusan dunia. Sehingga bukan lagi Al-Quran dan hadis Nabi yang merubah pola pikirnya, tetapi justru pola pikir mereka yang merubah Al-Quran dan hadis menurut hawa nafsu. Maka tak jarang mayoritas umat menjadi terbelakang dalam hal pengetahuan. Tentu tidak layak manusia yang serba lemah menjadi orang yang terlaknat Allah karena sesuatu yang mengakibatkan turunnya kualitas iman. 
Umair bin Jubaib menegaskan : "Yaitu bila kita mengingat-Nya (Allah) dan memiliki rasa takut kepada-Nya, maka itulah (tanda) bertambahnya iman dan apabila kita lalai dan lupa kepada-Nya atau mengabaikan-Nya, maka itulah berkurangnya iman." (Kitab Mushnaf Ibnu Abi Syaibah). 

Saturday, March 11, 2017

TAKWA DALAM KEHIDUPAN

Ketahuilah bahwa sesungguhnya ketakwaan merupakan wasiat Allah untuk segenap umat manusia, baik yang hidup di masa lalu, masa sekarang, maupun masa mendatang, sebagaimana firman Allah dalam Qs An-Nisa' 131 : ".... dan sungguh, kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kamu dan kepada kamu supaya kamu bertakwa kepada Allah...".
Pada awalnya takwa adalah sikap menjaga atau memelihara diri seorang hamba dari segala sesuatu yang ditakuti dan diwaspadai (keburukan atau kejahatannya), kemudian berkembang menjadi sikap menjaga atau memelihara diri dari segala sesuatu yang dapat mendatangkan kemurkaan Allah. Oleh karena itu, Allah disebut sebagai Ahlut-Takwa, yakni Zat satu-satunya yang berhak untuk ditakuti, diagungkan dan dimuliakan oleh semua hamba-Nya.
Sebagai orang beriman harus berusaha berdiri tegak dengan sifat-sifat orang yang bertakwa, yaitu sebagaimana dijelaskan dalam Qs Al-Baqarah 2-5 bahwa orang bertakwa adalah beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang telah dikaruniakan Allah kepadanya, beriman kepada Allah dan kitab-kitab Allah lainnya serta yakin akan adanya akherat. 
Dalam Qs Al-Baqarah 177 dijelaskan bahwa orang bertakwa adalah orang yang beriman kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan hari akhir. Kemudian orang yang bertakwa adalah memberikan harta yang dicintainya kepada para kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang (terlantar) dalam perjalanan, orang yang meminta-minta dan membebaskan hamba sahaya. Selain itu juga mendirikan shalat, menunaikan zakat, memenuhi janjinya apabila berjanji, serta orang yang sabar ketika mengalami kesengsaraan juga penderitaan, dan pada waktu terjadi peperangan. 
Dalam Qs Ali Imran 133 diterangkan bahwa orang yang bertakwa adalah orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit, orang yang mampu menahan amarahnya, memaafkan kesalahan orang lain dan apabila berbuat keji dan zalim terhadap dirinya sendiri, ia segera mengingat Allah dan memohon ampunan dari-Nya.
Terdapat enam buah ketakwaan yang dapat dipertik, lima buah dipetik di dunia, sedangkan sisanya baru dapat dirasakan kelak di akherat.
1. Memperoleh sikap furqaan, yaitu kemampuan untuk membedakan yang benar (haq) dan yang salah (batil). (Al-Anfaal 29).
2. Merasakan hidup yang penuh dengan limpahan barakah atau berkah yang mengucur dari langit dan bumi. ( Al-A'raaf 96).
3. Memberikan jalan keluar dari persoalan hidup yang dihadapi. (At-Thalaaq 2).
4. Mendatangkan rezeki dengan cara atau jalan yang tidak terduga. (at-Thalaaq 3).
5. Mendapatkan kemudahan dalam menangani segala urusan. (At-Thalaaq 4).
6. Menghapus dan mendapat ampunan dosa dari segenap kesalahan, serta memberikan tempat yang layak di surga yang penuh dengan kenikmatan. Itulah buat takwa yang akan dipetik kelak di akherat. (At-Thalaaq 5).
  
Semua kebaikan-kebaikan di dunia yang dilakukan oleh orang bertakwa tentunya akan mendapat balasan secara keseluruhan di akherat kelak, sebagaimana firman Allah dalam Qs Maryam 63 : "Itulah surga yang akan Kami wariskan (berikan) kepada orang yang bertakwa di antara hamba-hamba kami".


Tuesday, March 7, 2017

PENJAGAAN ALLAH PADA ORANG YANG BERPUASA

Dalam melaksanakan puasa Ramadhan, selain mengharapkan barakah atau tambahan berbagai kebaikan dari Allah, rahmah atau curahan kasih sayang Allah dan maghfirah atau mendapat ampunan Allah pada setiap kali melakukan kesalahan, juga mengharapkan perolehan penjagaan Allah Swt, oleh karena itu dalam pelaksanaan puasa harus disertai segala ikhtiar dan kesungguhan.
Terdapat lima kepastian dari janji Allah mengenai penjagaan-Nya terhadap orang-orang yang melaksanakan puasanya dengan sungguh-sungguh, yaitu :
1. Penjagaan terhadap kekuatan ruh
    Allah tidak akan memberikan perlindungan dan penjagaan kepada seseorang yang tidak bertakwa, dalam artian tidak ada penjagaan terhadap rohani orang itu yang berujung pula pada kecelakaan fisik. Karena itu kekuatan rohani seseorang bukan terletak pada harta kekayaan, penguasaan ilmunya yang tinggi dan banyaknya teman, tetapi karena ketakwaannya. Dengan ketakwaan, maka harta, ilmu dan  teman akan bergerak hanya dalam kebaikan.
    Allah berfirman dalam Qs Ar-Radd 37: ".....dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuann kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah". 
   Bentuk-bentuk kekuatan hawa nafsu yang menyebabkan Allah tidak memberikan penjagaan dan perlindungan terhadap diri seseorang, meliputi; mencaci dan mempermainkan Rasul termasuk bagian-bagian syariat yang diteladankannya, menyekutukan Allah dan menghalang-halangi orang yang berada di jalan Allah.
2. Penguatan jasad
    Jika seseorang bisa mengendalikan hawa nafsunya dan setelah rohaninya kuat, maka Allah akan memberikan kekuatan pada jasadnya. Banyak fakta mengenai kekuatan jasad yang diakibatkan kuatnya rohani, misalnya seseorang yang sakit berat, selain ia berikhtiar melakukan pengobatan, ia mendekatkan diri pula kepada Allah dengan sepenuh keikhlasan dan ia mendapat kesembuhan.
    Ada enam manfaat puasa bagi yang melaksanakannya; kesehatan tubuh, rizki penuh berkah, pahasa besar di akhirat, ketajaman dan lurus pandangan, mengendalikan syahwat dan meningkatan martabat orang mukminin menjadi muhsinin
 3. Penguatan kehendak atau cita-cita
    Terutama bagi para pemuda yang kehendak dan cita-citanya masih panjang tentunya diperlukan stabilitas mental yang kokoh berupa pengendalian hawa nafsu, sehingga mereka tidak gampang terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan maksiat. Termasuk dalam mencari ilmu dan pengembangan kemampuannya dalam berbagai bidang.
 4. Mengingatkan terhadap kaum dhuafa
    Bulan Ramadhan adalah bulan solidaritas, di bulan ini akan nampak dengan jelas jalinan kasih sayang di antara sesama manusia, sikap solidaritas itu diwujudkan dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah dan diakhiri dengan zakat fitrah. 
    Nabi bersabda : "Orang-orang yang memiliki rasa kasih sayang, maka mereka akan disayangi Allah Swt. (Karena itu) kasih sayangilah oleh kamu sekalian penduduk bumi, maka penduduk langit akan menyayangi kamu. Kasih sayang itu emosi dari Allah, barang-siapa yang menyambungkan-nya, maka dia menyambungkannya dengan Allah. Barangsiapa yang memutuskannya, maka Allah akan memutuskannya juga." (Abu Daud; al-Turmudzi).
5. Ibadah yang sempurna
    Dikatakan sebagai ibadah yang sempurna karena puasa adalah hanya untuk Allah, dan Allah akan membalasnya, sebagaimana Rasul bersabda dalam sebuah hadis qudsi : "Setiap amal anak adam baginya, maka kebaikan itu diberi pahala kebaikan semisalnya dengan sepuluh kali lipat sampai tujuhratus lebih. Kecuali berpuasa, dia itu untuk-Ku, Aku akan membalasnya. Seseorang meninggalkan minuman dan dorongan nafsunya, karena Aku juga, dan itu semua untuk-Ku, maka Aku akan membalasnya." (Ahmad; al-Turmudzi; al-Darimi; Malik).

Itulah lima kekuatan dan penjagaan yang akan diberikan Allah Swt kepada orang-orang yang menunaikan ibadah puasa dengan sebenar-benarnya. Jika semua bisa memelihara dan memperoleh kelima kekuatan tersebut maka kebaikan dunia dan kebaikan akhirat tidak hanya diperoleh penjagaan terhadap kehidupan pribadinya saja, tetapi terhadap kehidupan lainnya yang lebih luas lagi.

Monday, March 6, 2017

PEDOMAN HIDUP

Ibnu Abbas bercerita, pada suatu hari ketika ia berada di belakang Rasulullah, Rasulullah berkata padanya : "Hai nak, aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat (yang menjadi pedoman), yaitu jagalah dirimu terhadap ketentuan-ketentuan Allah, niscaya Allah akan menjaga engkau, peliharalah (peraturan-peraturan) Allah di mana saja engkau berada, niscaya dia akan memelihara engkau, apabila engkau memohon, maka bermohonlah kepada Allah, dan jika engkau minta pertolongan, minta tolonglah kepada-Nya. Ketahuilah bahwa walaupun seluruh manusia berkumpul untuk memberikan manfaat kepada engkau, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat itu, kecuali sekedar yang telah ditentukan Allah untuk engkau. Sebaliknya jika seluruh manusia bermufakat untuk mencelakakan engkau, mereka tidak akan berhasil menimpakan suatu bencana, kecuali bencana yang sudah ditentukan Allah di atas pundakmu. Pena sudah kering, buku sudah ditutup".
Dari perkataan Rasulullah tersebut, beliau mengajarkan beberapa pedoman hidup :
1. Menjaga diri terhadap ketentuan-ketentuan Allah
    Artinya menjaga diri dari berbagai keadaan. Rasulullah berpesan : "Ingatlah senantiasa kepada Allah diwaktu lapang, niscaya Allah akan mengingatmu ketika engkau sedang menghadapi masa yang sulit". Sejarah telah membuktikan bahwa para Rasul Allah senantiasa mendapatkan bimbingan dan pertolongan dari Allah, karena para Rasul itu senantiasa ingat dan taat kepada Allah, kapan dan di manapun mereka berada, serta dalam keadaan yang bagaimanapun.
2. Memelihara peraturan-peraturan Allah
    Artinya segala gerak langkah kita selalu berada dalam peraturan Allah, tidak berusaha melenceng, sebaliknya memiliki keinginan untuk tetap lurus, hal itu dikarenakan kita telah terikat dengan peraturan-peraturan Allah. Karena kita selalu memelihara peraturan-peraturan tersebut, niscaya Allah akan memelihara kita pula, sehingga kita tidak mudah terjerumus pada perbuatan maksiat.
3. Memohon dan meminta pertolongan hanya kepada Allah
    Manusia adalah makhluk yang lemah, kemampuannya sangatlah terbatas. Walaupun benar ia memiliki banyak kelebihan, namun dalam beberapa hal ia tidak mampu berdiri sendiri, ia memerlukan bantuan orang lain, dan ketika orang lain pun tidak berdaya untuk menolongnya dan mengeluarkannya dari kesulitan yang tengah dihadapinya, ia tentunya memerlukan tempat bergantung yang melebihi segalanya dan dalam situasi yang demikian itu tidak ada tempat untuk meminta pertolongan kecuali hanya pada Zat Yang Satu, Yang Tunggal, tempat mengembalikan segala persoalan dan tempat memohonkan segala permintaan, yang tiada lain adalah Allah SWT. Tuhan Pencifta dan Pemelihara alam semesta.

Sunday, March 5, 2017

HAKIKAT DOA DALAM SHALAT

Shalat adalah pengabdian kepada Allah SWT dengan ucapan dan perbuatan tertentu, dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Shalat sendiri bisa berarti pula doa, oleh sebab itu hampir seluruh bacaan dalam shalat adalah berisi doa-doa. Tempat-tempat berdoa dalam shalat misalnya :
1. Membaca doa iftitah
    Doa iftitah dibaca setelah takbiratul ihram.
    "Wahai Tuhanku, jauhkanlah antara aku dan antara kesalahan-kesalahanku, sebagaimana engkau jauhkan antara masyriq (tempat terbit matahari) dengan maghrib (tempat terbenam matahari). Wahai Tuhanku, bersihkanlah akan daku dari segala kesalahan-kesalahanku, sebagaimana orang membersihkan kain dari kecemaran. Wahai Tuhanku, basuhlah akan daku dari kesalahan-kesalahanku dengan air dengan salju dan dengan air batu dengan sebersih-bersihnya".
2. Membaca surat Al-Fatihah
     Al-Fatihah ditentukan untuk dibaca dalam shalat ketika berdiri, karena Al-Fatihah adalah doa yang jami' artinya doa yang diturunkan Allah kepada hamba-Nya. Doa ini mengajarkan kepada kita betapa kita memuji Allah, betapa kita menyanjung-Nya, betapa kita mengakui keesaan-Nya dalam menerima permohonan dan dalam memberi pertolongan, betapa kita berlindung kapada Allah dari jalan orang-orang yang sesat. Dan sesungguhnya Al-Fatihah adalah sebaik-baiknya doa.                            
    Dalam membaca Al-Fatihah dalam shalat, haruslah diperhatikan; membaca surat tersebut dengan tertib, tidak sekali-kali dicepatkan, memperhatikan dengan sungguh-sungguh kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalamnya, selalu berhenti di setiap akhir ayat dan tidak disambung-sambung. 
    Rasulullah selalu menghentikan bacaannya di tiap-tiap akhir ayat, hal itu dikarenakan : "Allah SWT berfirman : Aku membagi shalat itu (sebagai dialog) langsung antara Aku dan hamba-Ku. Ketika hamba-Ku mengucapkan "Alhamdulillahi rabbil'alamin" maka Aku menjawab "Aku sedang dipuja hamba-Ku", Ketika hamba-Ku membaca "Arrahmanirrahim" Aku menyahut "Aku disanjung oleh hamba-Ku", ketika hamba-Ku membaca "Malikiyaumiddin" Aku menjawab "Aku diagungkan oleh hamba-Ku", ketika hamba-ku membaca "Iyyaka na'budu waiyya kanasta'in" Aku menjawab "Sebagian untuk-Ku, sebagian untuk hamba-Ku", ketika hamba-Ku membaca "Ihdinashshirathal mustaqim, shirathalladzina an'amta 'alaihim, ghairil maghdu bi'alaihim waladldlollin" Aku menyahut "Aku akan memberi karunia kepada Hambaku ini dan terserahlah kepadanya apa yang ia minta". (Hadis Qudsi riwayat Ahmad-Muslim).
3. Ketika duduk diantara dua sujud
    "Ya Allah, ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku, cukupilah aku, berilah petunjuk dan beri rizki kepadaku".
4. Ketika duduk di Tahiyat akhir
    Setelah membaca Hamidum majid, kita memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal : "Ya Allah, aku berlindung kepada engkau (1) dari siksa jahannam, (2) dari siksa kubur, begitu pula (3) dari fitnah hidup dan fitnah mati, serta (4) dari jahatnya fitnah dajjal (pengembara yang dusta)".

Shalat itu menguatkan ketauhidan yang ada dalam jiwa dan menghaluskan budi pekerti kemanusiaan pada setiap manusia. Dengan banyak dzikir dan doa di dalamnya akan menjauhkan dari perbuatan keji dan munkar, sebagaimana Allah berfirman dalam Qs Al-Ankabut 45:
"Sesungguhnya, shalat itu mencegah manusia mengerjakan keji dan munkar".



Saturday, March 4, 2017

IMAN DAN AMAL SHALIH

Pada suatu hari, Rasulullah Saw berdialog dengan para sahabat. "Siapakah makhluk Allah yang paling menakjubkan imannya?"tanya beliau kepada para sahabat. "Malaikat ya Rasulullah,"jawab sahabat. "Bukan, bagaimana malaikat tidak beriman, padahal mereka pelaksana perintah Allah."kata Rasulullah. "Kalau begitu para Nabi ya Rasulullah,"sambung para sahabat. "Juga bukan, bagaimana para Nabi tidak beriman, padahal mereka menerima wahyu dari Allah,"kata Rasulullah. "Kalau begitu kami ini para sahabatmu ya Rasulullah,"sambung para sahabat kembali. "Bukan, bagaimana para sahabatku tidak beriman, padahal mereka menyaksikan mukjizat Nabi, hidup dengan Nabi dan melihat Nabi dengan mata kepala mereka sendiri,"ujar Rasulullah, kemudian melanjutkan. "Orang yang paling menakjubkan imannya adalah orang-orang yang datang sesudah kalian, mereka beriman kepadaku padahal mereka tidak melihatku, mereka membenarkanku tanpa pernah melihatku. Mereka menemukan tulisan (Al-Quran dan As-Sunnah) dan beriman kepadaku, mereka mengamalkan apa yang ada dalam tulisan itu, mereka membela seperti kalian membelaku, alangkah inginnya aku berjumpa dengan ikhwanku itu." (Hr Thabrani).
Yang dimaksud Rasulullah sebagai golongan orang yang paling menakjubkan imannya adalah orang yang hidup sepeninggal beliau, itu artinya kita adalah termasuk orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah tersebut.
Ketika Allah menyatakan penciftaan manusia dalam bentuk yang sebaik-sebainya (paling sempurna), kemudian Allah mengembalikan ke tempat yang paling rendah (neraka), maka yang selamat dari keadaan itu semua adalah orang-orang yang beriman dan beramal shalih yang akan mendapatkan pahala tidak terputus. (At-Tin 4-6). Karena orang yang beriman dan beramal shalih adalah sebaik-baiknya makhluk Allah. (Al-Bayyinah 7).
Iman memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang, iman akan memberikan arah yang benar dan membantu kita memahami makna terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada kita. Sedangkan amal shalih adalah perwujudan dari keimanan, baik itu yang berhubungan dengan Allah (hablumminallah) berupa ibadah-ibadah mahdhah (ritual) maupun yang berhubungan dengan manusia (hablumminannas) berupa ibadah-ibadah ghairu mahdhah (sosial). Seringkali orang memaknai amal shalih dengan memberi batasan pada ibadah-ibadah mahdhah saja, sehingga terjadi ketimpangan karena tidak seimbangnya dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari. Misalnya kehidupan seseorang yang dipenuhi dengan kebaikan amal shalih kepada Allah tetapi dia dibenci masyarakat karena kegemarannya berbuat kerusakan.
Pelaksanaan amal shalih harus senantiasa penuh keseimbangan antara ibadah ritual dan ibadah sosial, dan itu adalah perwujudan dari sebenar-benarnya  iman yang ada pada diri seseorang, sehingga menjadikannya sebagai makhluk Allah yang terbaik dan sempurna, ia akan berkuasa dan menempati tempat yang tinggi dan mulia di muka bumi, ia pun akan medapatkan kepastian dari janji Allah yang lainnya yaitu ia akan mendapatkan pahala yang tiada putusnya, diampuni dosa dan kesalahannya dan dimasukkan ke dalam surga-Nya.


Friday, March 3, 2017

RUKUN IMAN

Pengertian iman dapat ditinjau dari segi bahasa dan segi istilah. Iman menurut bahasa artinya percaya, sedangkan menurut istilah iman adalah meyakini dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan.
Rukun iman terdiri dari enam perkara :
1. Iman kepada Allah. 
    Artinya meyakini bahwa sesungguhnya Allah itu ada, Maha Esa, hidup tidak berpemulaan dan tidak berkesudahan, tidak ada yang menyamai, baik dalam Zat maupun sifat.
2. Iman kepada malaikat-malaikat Allah. 
    Artinya meyakini bahwa Allah telah menjadikan malaikat sebagai pesuruh-Nya. Mereka dimuliakan oleh Allah, tidak pernah membangkang dan menyeleweng terhadap perintah-perintah Allah. Mereka berbeda dengan manuisa, bukan laki-laki, bukan pula perempuan, tidak makan dan tidak minum, serta tidak dapat dilihat dengan mata dan diraba dengan tangan.
3. Iman kepada kitab-kitab Allah.
   Artinya meyakini bahwa Allah telah menurunkan kitab kepada para rasul-Nya. Kitab-kitab tersebut sebagai petunjuk bagi umat manusia dan sebagai pedoman hidup bagi orang-orang yang mengamalkannya. Dengan kitab-kitab ini para Rasul mengajarkan kepada umatnya kebenaran dan keesaan Tuhan.
4. Iman kepada rasul-rasul Allah
   Artinya meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah mengutus seorang rasul kepada setiap umat dari golongan mereka. Para rasul itu mengajak umatnya untuk beribadah kepada Allah semata. Para rasul itu semuanya jujur, pintar, mulia, berbakti, bertakwa, terpercaya, pemberi petunjuk dan diberi petunjuk. Para rasul menyampaikan risalah, sebaik-baiknya manusia, dan ia suci dari mempersekutukan Allah sejak lahir sampai meninggal dunia.
5. Iman kepada hari Akhir.
   Artinya meyakini bahwa pada suatu saat dunia ini akan binasa, semua manusia akan dibangkitkan kembali untuk diperhitungkan amal-amalnya. Kemudian manusia akan ditempatkan sesuai dengan amalan-amalannya. Jika amalannya baik, ia akan ditempatkan di surga dan jika amalannya buruk, ia akan ditempatkan di neraka.
6. Iman kepada qada dan qadar. 
    Artinya meyakini ketentuan-ketentuan Allah baik itu ketentuan-ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk. Karena sesungguhnya Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.Qada sendiri mengandung arti ketentuan atau ketetapan Allah dari sejak masa azali (masa sebelum terbentuknya kehidupan) yang berhubungan dengan makhluk-Nya sesuai dengan iradah (kehendak)-Nya, meliputi baik dan buruk, hidup dan mati, dan seterusnya. Sedangkan Qadar mengandung arti perwujudan dari qada. Qadar disebut juga takdir Allah yang berlaku bagi semua makhluk hidup, baik yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi.

Iman yang diterima oleh Allah :
1. Iman harus bersih dari syirik.
    Iman adalah mengenai masalah  kepercayaan yang berkaitan dengan Tuhan, yaitu Allah yang kita sembah. Di dalam mengimani Allah sebagai Tuhan kita, maka iman tidak boleh tercampuri sedikit pun oleh kepercayaan lain selain Allah, dalam artian menyekutukan Allah. Iman yang bersih dari perilaku-perilaku syirik adalah sebenar-benarnya iman, iman yang seperti inilah yang akan diterima oleh Allah.
2. Iman harus disertai dengan bukti nyata (amal). 
    Iman terletak di dalam hati, artinya keyakinan kepada Allah letaknya di dalam hati. Karena letak iman berada di dalam hati, maka iman bisa diketahui sebagai iman yang benar adalah jika iman tersebut dibuktikan dengan perbuatan dalam hal ini anggota badan. Karena sebagaimana pengertian iman yaitu diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan oleh perbuatan (anggota badan). Pembuktian iman akan melahirkan amal-amal nyata yang di sebut amal shalih.










Thursday, March 2, 2017

PERILAKU ORANG-ORANG MUNAFIK

Kemunafikan merupakan penyakit yang ada di dalam hati manusia. Sebagai penyakit hati, kemunafikan menyerang mental manusia, menyebabkan  batin dan watak menjadi tidak baik, sehingga terwujudkan dalam perilaku yang tidak baik pula. Di zaman Rasulullah, orang-orang munafik tampak terlihat dalam ucapan yang penuh kebohongan dan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerusakan tatanan kehidupan.
Adapun perilaku orang-orang munafik tersebut adalah :
1. Membuat kerusakan.
   Orang-orang munafik gemar membuat kerusakan di muka bumi, namun mereka selalu mengingkari telah membuat kerusakan, sebaliknya mereka berkeyakinan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat kebaikan, hal itu dikarenakan mereka tak pernah menyadari apa yang mereka kerjakan.  Adapun kerusakan yang mereka buat adalah meliputi kekafiran dan perbuatan-perbutaan maksiat. Gambaran perilaku orang-orang munafik semacam ini di jelaskan Allah dalam Qs Al-Baqarah 204-205 : "Dan diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak. dan Allah tidak menyukai kebinasaan)".
2. Melecehkan orang beriman.
    Ketika orang-orang munafik diseru supaya beriman, mereka bukannya menyambut baik seruan itu tapi malah mengolok-olok kaum beriman sebagai orang-orang yang bodoh. Tanggapan negatif itu menggambarkan pandangan mereka tentang keimanan, bagi mereka keimanan itu merupakan kebodohan. Kebodohan yang mereka maksud bukanlah kebodohan intelektual, tapi kebodohan pilihan hidup. Orang-orang beriman memilih hidup dengan agama yang membuat mereka tidak dapat hidup dengan bebas menikmati semua kesenangan dunia, pilihan hidup semacam ini menurut orang-orang munafik merupakan kebodohan, karena kesenangan dunia itu menurut mereka adalah menyenangkan dan menghindari kesenangan tersebut merupakan kerugian dalam hidup yang hanya sekali dijalani di dunia ini. 
3. Bermuka dua
   Orang-orang munafik apabila bertemu dengan kaum beriman, mereka mengatakan beriman. Namun jika bertemu dengan teman-teman mereka sendiri, mereka mengatakan bahwa mereka tetap berada di pihak teman-temannya itu dan sebenarnya mereka menertawakan kaum beriman. Dalam hati mereka sebenarnya tersimpan niatan-niatan hati yang buruk.
Orang-orang munafik diumpamakan seperti orang yang menyalakan api, begitu menyala langsung mati kembali, sehingga mereka tetap berada dalam kegelapan. Dalam Al-Quran keimanan disebut sebagai cahaya yang menerangi hidup, sedangkan kekafiran di pandang sebagai kegelapan hidup di dunia, maka orang-orang munafik yang tidak beriman itu tidak hanya mengalami kegelapan di akhirat saja tapi juga di dunia. Al-Quran menyebut mereka sebagai 'tuli, bisu dan buta', mereka hidup seolah tidak memiliki mata dan telinga, sehingga mereka tidak dapat melihat dan mendengar apa-apa mengenai kehidupan yang lebih baik, akibatnya hidup mereka terus menerus berada dalam kegelapan, dalam artian tanpa harapan.
Umat Islam dituntun oleh Al Quran untuk bersikap hati-hati terhadap perilaku orang-orang munafik, meskipun penampilan dan ucapan mereka menawan. Sebagaimana termaktub dalam Qs Al-Munafiqun 4 : "Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?"