Ilmu adalah harta paling berharga. Ilmu merupakan bekal utama hidup seorang muslim selain iman dan amal. Orang yang berilmu (Alim, ulama) sekaligus beriman, dinaikkan derajatnya oleh Allah melebihi yang lain (Qs Al-Mujadalah 11). Ulama atau orang yang berilmu bahkan diutamakan sebagai pewaris para nabi. Kebaikan pun selalu melekat pada orang yang berilmu, sebagaimana Nabi mengatakan:"Orang yang berilmu dan belajar keduanya memperoleh kebaikan, sedangkan orang selainnya tiada kebaikan pada dirinya". Orang yang mencari ilmu bahkan dimasukkan ke dalam kategori mujahid atau orang yang berjuang di jalan Allah. Oleh karena itu berbahagialah menjadi orang yang berilmu.
Namun seorang alim atau ulama atau orang yang berilmu juga akan mengalami permasalahan bila tidak mengamalkan ilmunya dengan benar, sebagaimana Nabi mengatakan:"Orang alim, ilmu, dan amalnya berada di syurga. Apabila orang yang berilmu tidak mengamalkan ilmunya, maka ilmu dan amalnya berada di syurga sedangkan orang alimnya berada di neraka".
Karena itu ilmu dan kedudukan sebagai orang berilmu bagai pisau bemata dua. Ilmu dapat menjadi kekuatan yang luar biasa untuk kebaikan, sekaligus keburukan. Seorang yang berilmu akan menjadi seorang pembaharu dan merubah kehidupan, dunia menjadi maju sehingga terciftalah peradaban baru yang lebih baik dari sebelumnya. Sebaliknya orang yang berilmu ketika berbuat kemungkaran dan melampaui batas kemudian menyalahgunakan ilmunya, ia akan menghancurkan peradaban tersebut.
Orang yang berilmu bagai pelita, ia membawa pencerahan, dan kemudian mengeluarkan segala hal dari keadaan gelap gulita ke jalan cahaya, membuat orang berubah dari terbelakang menjadi maju, dari miskin menjadi berkecukupan, dari tidak tahu menjadi tahu kebenaran kemudian menjadi beriman dan memahami arah kehidupan sesungguhnya.
Pada akhirnya orang yang berilmu akan memiliki hikmah dan juga memiliki banyak keutamaan, dia tidak akan terjerembab pada takabur, dia akan selalu tawadhu bagai ilmu padi yang semakin berisi semakin merunduk. Ia akan terus merasa haus ilmu dan ia akan terus berburu ilmu pada orang yang lebih berilmu, ia tidak akan pernah merasa paling berilmu.
Kemudian ketika ia hendak meng-koreksi orang lain, ia akan meng-koreksi dirinya terlebih dahulu, ketika ia mendapat kritik bahkan oleh orang bodoh sekalipun, ia dengan jiwa yang lapang menerimanya dengan ketulusan.
Oleh karena itu orang yang berilmu harus belajar tentang hikmah agar mampu mencapai hakikat dan ma'rifat. Orang yang berilmu tetapi tidak diperkaya dengan hikmah, selain tidak mampu mencapai hakikat dan ma'rifat, ia akan terperangkap dalam kedangkalan ilmunya, merasa paling berilmu tetapi sesungguhnya ia pandir. Telunjuknya menuding orang lain dengan sikap paling benar sendiri, tetapi tidak mencerahkan dirinya dan lingkungan terdekatnya. Ilmunya berhenti sebatas lisan, lisannya tidak nyambung dengan perbuatan, bagai lilin yang yang mati, keilmuannya dan kedudukannya sebagai orang berilmu tidak akan berguna karena tidak akan melahirkan pencerahan.
No comments:
Post a Comment